Namanya
Siti Maryam. Kehadirannya jauh sebelum Raden Ajeng Kartini, Dewi Sartika,
beserta tokoh-tokoh perjuangan perempuan Indonesia lainnya. Kemuliaannya
menjadikan namanya diabadikan dalam sebuah surah dalam Al Qur’an. Bersanding
dengan nama-nama surah yang diambil dari para nabi, sekelompok anak muda yang
shalih, bahkan keluarganya: surah Yusuf, Ibrahim, Al Kahfi, Muhammad, dan Ali
Imran. Beliau adalah sosok wanita yang kelahirannya dinadzarkan untuk Baitul
Maqdis. Hingga Allah sampaikan sebuah berita melalui Malaikat Jibril tentang
anaknya yang merupakan sebuah anugerah sekaligus ujian baginya. Beliau pun
mendapat fitnah atas putranya yang tidak memiliki ayah. Siti Maryam akhirnya harus
pergi mengasingkan diri dalam kondisi yang lemah lagi bertambah. Namun dari
rahim Siti Maryamlah Allah karuniakan seorang anak yang kelak akan menjadi juru
selamat menjelang hari kiamat, Isa bin Maryam. Atas segala kesabaran dan
ketaatannya, Allah berikan pujian kepada Maryam sebagaimana yang diabadikan
dalam ayat 42 dari surah Ali Imran,
"Dan ingatlah
ketika malaikat berkata: Wahai Maryam sesungguhnya Allah telah memilihmu dan
mensucikanmu dan memilihmu di atas semua perempuan di alam ini"
Ialah
Siti Maryam, sosok inspirator bagi muslimah seluruh alam. Darinya kita belajar
akan pengabdian atas agama dan negara. Sosok ibu shalihah yang melalui
didikannya tumbuh dan berkembang Nabi Isa as.
Sosok muslimah yang taat dan sabar menerima ujian dan cobaan yang berat
sekalipun. Sosok wanita dengan karya dan prestasi melampaui dunia dan seisinya,
tanpa menciderai fitrahnya sebagai wanita. Maka adakah sosok Siti Maryam di
masa kini?
Setiap
waktu adalah momentum perubahan dan perbaikan, tak terkecuali momentum hari
Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April. Hari ini menjadi begitu sentimentil
bagi para feminis dan pejuang kesetaraan gender, meski semangat itu jelas-jelas
bertentangan dengan maksud dan tujuan perjuangan Kartini. Karena seharusnya bagi
para muslimah, momentum ini mesti menjadi titik tolak kebangkitan pergerakan
muslimah dalam kancah dakwah dan perbaikan negara. Muslimah masa kini dituntut
untuk lebih produktif dan cerdas dalam menyikapi berbagai aspek kehidupan
beragama dan bernegara. Karena inilah cita-cita sesungguhnya Kartini, membangun
intelektualitas wanita dalam rangka mengoptimalkan perannya secara fitrah. Maka
jadilah sosok Siti Maryam yang meng-hibah-kan dirinya untuk agama dan negara.
Jadilah sosok Siti Aisyah yang memiliki intelektualitas dan karya dalam
meriwayatkan hadits. Jadilah sosok
Shafiyyah binti Abdul Muthalib yang dengan sigap mengamankan para wanita
dan anak-anak pada perang Khandaq di saat-saat genting. Jadilah sosok Cut Nyak
Din, pejuang kemerdekaan dari tanah Aceh. Jadilah sosok Niken Lara Yuwati yang
lebih dikenal sebagai Ratu Agung tegal Reja, pemimpin brigade prajurit putri
yang berperan besar dalam perang yang nyaris membuat bangkrut VOC pada
1746-1755. Atau menjadi sosok Raden Ajeng Kartini yang melalui tulisannya mampu
mengangkat harkat dan martabat wanita Indonesia dari kejumudan pemikiran. Pun
tidak mampu, minimal jadilah seorang ibu yang siap melahirkan generasi terbaik
bagi bangsa dan negara ini.
Jadilah sosok-sosok muslimah yang
produktif, yang melalui tangan kalian, Indonesia Madani menjadi sebuah
keniscayaan. Wallahu a’lam.
Yogyakarta, 14 Rajab 1437 H (21
April 2016)
H-46 Ramadhan
From (Kampung) Dero to Hero
0 komentar:
Posting Komentar