“Daya beli masyarakat menurun, ril. Mall gak
seramai dulu.” Kira-kira begitulah yang Mas Makhbub sampaikan kepadaku kemarin
malam. Ketika kami duduk santai di sebuah warung lesehan menikmati hidangan
lalapan diiringi rintik-rintik hujan di sepanjang jalan Malioboro. Warung yang
cukup sepi. Atau memang sangat sepi karena hanya kami berdua pengunjungnya. Sesekali
beberapa profesi seperti pijat refleksi, lukis wajah, pengamen, preman yang menyamar
menjadi pengamen, dan pengemis menghampiri kami. Mengawali dari hal-hal yang sederhana
perihal kota Jogja, tiba-tiba saja perbincangan kami menjadi cukup serius
ketika topik pembicaraan mulai membahas tentang kondisi tanah kelahiranku
khususnya di sektor ekonomi dan pembangunan. Mas Makhbub dulunya seorang trainer
tetap di sebuah lembaga manajemen terapan di mana aku pernah bekerja. Namun
kini beliau bekerja di bagian HRD di sebuah perusahaan tambang yang cukup
besar. Ya, tergolong cukup besar dan tangguh di saat kita menyaksikan beberapa
perusahaan-perusahaan yang mengeksploitasi SDA justru perlahan mengurangi
pegawai, menutup kantor cabang atau bahkan gulung tikar. Dan bagi Kaltim yang
sumber pendapatan daerahnya masih bertumpu kepada SDA, kelesuan di sektor
pertambangan pun memberikan pukulan yang telak bagi perekonomian masyarakat.
Hal ini dipengaruhi oleh turunnya harga komoditas Internasional dan permintaan
global (Kaltim Post 10/07/2015). Alhasil, daya beli masyarakat pun menurun.
Lalu beliau mengajakku mengamati Jakarta. Jakarta tidak
memiliki SDA sekaya Kaltim. Tetapi Jakarta dapat berkembang pesat karena sumber
pendapatan utamanya berada pada sektor jasa. Begitu pula Yogyakarta dengan
sektor pariwisata dan kebudayaannya. Sehingga, jika Kaltim terus mengandalkan
SDA-nya upaya mengembangkan sektor lainnya, maka perkembangan Kaltim akan jauh
tertinggal dari daerah-daerah lainnya. Maka masa-masa ini merupakan momentum
krusial bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan perekonomiannya. Sedangkan
bagi kita, ini merupakan pelajaran yang berharga agar seantiasa berpikir
kreatif dan inovatif dalam mengambil peran seorang yang profesional. Agar kita
senantiasa survive di tengah persaingan kerja sekaligus mengambil peranan
strategis dalam membangun perekonomian daerah.
Iya, survive. Persis sebagaimana perusahaan tambang
di mana Mas Makhbub berkarya. Di tengah-tengah isu PHK, perusahaan beliau
justru membuka perekrutan pegawai yang menyebabkan beliau harus jauh-jauh
datang dari Kaltim ke Yogyakarta untuk melakukan interview. “Rata-rata dari
lulusan UPN. Ada yang jurusan Biologi, Tambang dan lain-lain.” Kira-kira begitu
jawaban beliau ketika aku bertanya perihal siapa saja yang melamar pekerjaan.
Saat itu aku teringat dengan seorang ikhwah asal Kaltim yang kuliah di UPN, tahun-tahun terakhir. Ketika
hal itu ku sampaikan kepada Mas Makhbub, beliau mengatakan bahwa yang mereka
rekrut kualifikasinya adalah yang berpengalaman. Jawaban itu memunculkan sebuah
pertanyaan besar dalam pikiranku. “Jika orang-orang dari luar
berbondong-bondong mencari penghidupan Kalimantan dengan kualitasnya, maka
yakinkah kita bahwa masih ada ruang-ruang pengkaryaan bagi putra daerah dalam
membangun daerahnya, ketika mereka justru bersikap santai?”
Sepanjang perjalanan pulang dari bertemu Mas
Makhbub, aku mencoba membayangkan kondisi Kaltim hari ini. Namun ternyata cukup
sulit. Lumayan lama tak kembali ke kota Samarinda, ditambah kurang mengikuti
perkembangan berita yang terjadi di sana. Apalagi bidang ekonomi bukanlah
perihal yang sederhana bagiku. Sepanjang perjalanan aku merenung, hingga tak
terasa menyisakan satu lampu lalu lintas pada perempatan dekat Hartono Mall.
Pandanganku tak sengaja menangkap objek berupa mobil putih merk Nissan Juke.
Awalnya tidak ada yang spesial dari mobil yang tergolong mahal tersebut. Hingga
akhirnya dahiku mengerut heran ketika pandanganku tertuju pada plat mobil
tersebut yang bertuliskan: KT **** **.
Menang tidak hanya tentang yang
terbaik
Tetapi juga yang unik
Maka inovasi dan kreasi adalah
kunci
Untuk menjadi pelopor bagi
setiap perubahan
Yogyakarta, 24 Maret 2015
Yang masih belajar,
From (Kampung) Dero to Hero
0 komentar:
Posting Komentar