Artikel 1
Mata Kuliah Matematika Model
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, MA.
Matematika
tradisional –sebagai sebuah pengetahuan dalam menjelaskan fenomena alam- memiliki
beberapa karakteristik khusus. Matematika diklaim sebagai pengetahuan yang
menjelaskan secara kuantitatif dunia nyata, sekaligus tidak memiliki hubungan
dengan benda-benda material yang ada di dunia nyata. Sebagaimana yang diyakini
oleh kaum Pythagorean –di mana pemikiran Plato banyak dipengaruhi- bahwa alam
semesta diatur oleh hubungan-hubungan numerik yang memengaruhi dunia fisik. Sehingga
hal yang abstrak dari konsep Matematika memiliki keberadaan yang independen sekaligus
berpengaruh terhadap obyek material. Lebih jauh, kejadian fisik dianggap hanya bentuk
dari hal yang abstrak. Klaim inilah yang melejitkan Matematika menjadi ratu
dari ilmu pengetahuan. Namun, konsep-konsep Matematika yang kebenarannya bersifat
absolut, statis dan ideal inilah yang menjadi sumber-sumber kesalahan dan
kesalahpahaman yang mendasar ketika bersinggungan dengan realitas.
Matematika
sebagai pengetahuan yang tidak berkaitan dengan benda-benda nyata merupakan
klaim yang tidak benar. Dilihat dari sejarah perkembangan konsep Matematika itu
sendiri, kebanyakan merupakan hasil dari kebutuhan manusia yang bersifat
material. Seperti skala decimal yang digunakan hingga sekarang merupakan skala
yang didasarkan pada sepuluh, yakni sejumlah jari tangan manusia. Begitu pula symbol
Matematika “+” dan “-“ yang awalnya digunakan sebagai tanda bagi pedagang untuk
menghitung kelebihan atau kekurangan jumlah barang dagangannya. Dan masih
banyak lagi kasus-kasus yang menunjukkan bahwa konsep Matematika berkaitan erat
dengan realitas. Sehingga, Matematika tidak semata-mata merupakan ide-ide
abstrak yang telah ada dalam diri manusia, tetapi juga merupakan proses
penalaran dari pengalaman indrawi. Sebagaimana obyek “dua” yang merupakan obyek
abstrak yang menerangkan suatu obyek fisik. Seperti dua buah kursi. Hal ini
bersesuaian dengan penjelasan Locke dan Hume bahwa konsep Matematika diturunkan
dari proses abstraksi suatu pengalaman.
Konsekuensi
dari Matematika yang berkaitan dengan realitas adalah munculnya berbagai
kontradiksi di mana-mana. Hal ini disebabkan oleh karakteristik alam yang
bersifat kompleks dan dinamis. Konsep Matematika yang menjelaskan alam secara
kuantitatif merupakan suatu bentuk reduksi terhadap proses alam yang kompleks dan dinamis. Sehingga alam disajikan
dalam bentuk garis, kubus, bola dan sejenisnya. Namun ketika konsep Matematika
tersebut diterapkan dalam menjelaskan fenomena alam, maka diperoleh berbagai
kontradiksi. Salah satunya adalah bilangan imajiner yang berperan besar dalam
mekanika kuantum sebagai salah satu ilmu pengetahuan modern. Yakni sebuah
besaran negatif merupakan kuadrat dari bilangan tertentu. Padahal tiap besaran negatif
yang dikalikan dengan bilangan itu sendiri akan menghasilkan kuadrat yang
positif.
Begitu
pula dalam gagasan ketakberhinggaan. Pikiran manusia terbiasa menghadapi hal-hal
yang berhingga, sebagaimana Matematika masih berkaitan dengan besaran yang
berhingga. Sehingga menjadi suatu kesulitan yang nyata ketika Matematika hendak
menjelaskan ketakberhinggaan. Namun sejak awal filsafat, manusia telah
berspekulasi tentang ketakberhinggaan sebagaimana Anaximander menjadikan ketakberhinggaan
sebagai basis filsafatnya. Aristoteles pun meletakkan ketakberhinggaan dengan
pendekatan pragmatis, yakni bahwa ketakberhinggaan itu pasti ada, disebabkan
waktu muncul tanpa awal dan tanpa akhir. Begitu pula bilangan, jika bilangan
yang paling besar disebut dengan maksimal (max), maka bagaimana dengan max + 1
atau max + 2 atau seterusnya. Dan masih banyak lagi kontradiksi-kontradiksi
yang ditemukan dalam kebenaran Matematika.
Kontradiksi-kontradiksi
ini pada masanya menimbulkan krisis pada Matematika. Yang memuncak pada lahirnya
teorema ketidaklengkapan Godel yang menyatakan bahwa kelengkapan pada konsep
Matematika mengakibatkan munculnya berbagai kontradiksi pada konsep itu
sendiri. Dan sebaliknya, agar konsep Matematika menjadi konsisten, maka
Matematika harus bersifat tidak lengkap. Hal berdampak pada lahirnya beberapa
aliran dalam Matematika. Ada kaum Platonis yang menganggap Matematika sebagai
kebenaran absolut. Ada kaum Konseptualis yang menganggap bahwa Matematika
merupakan hasil penalaran manusia yang bersifat subjektif. Ada kaum Formalis
yang menganggap bahwa Matematika hanya sekedar rekayasa simbol dengan memiliki
konsistensi internal sehingga kebenarannya disajikan dalam teorema-teorema
formal. Ada kaum Intuisionis yang menganggap Matematika sebagai hasil kreasi
akal manusia sehingga kebenaran suatu pernyataan tidak berkaitan dengan
realitas objektif, melainkan turunan dari intuisi-intuisi.
Namun
aliran-aliran idealis tersebut belum mampu menangani realitas alam yang dinamis
dan kompleks. Yakni fenomena alam yang memungkinkan terjadi patahan-patahan
mendadak dan perubahan kualitatif. Hal ini memicu pembahasan tentang hubungan
non linier yang tidak mudah diselesaikan secara matematis. Sehingga ditemukan
hasil bahwa dalam ketidakteraturan tersebut muncul pola yang berpeluang
dijelaskan dalam model matematis. Selain itu, ketidakmampuan matematika
tradisional dalam menangani fenomena alam yang bersifat kualitatif juga
mengawali proses pergeseran gagasan dari kuantitas ke kualitas. Matematika modern
mulai menyelidiki fenomena krisis pasar saham, transmisi geelombang radio, dan
fenomena alam lainnya yang sulit dijelaskan dengan matematika tradisional. Sebagaimana
geometri Euclid yang mereduksi alam dalam bentuk panjang, lebar dan tinggi,
namun belum mampu menjelaskan bentuk tak beraturan dari alam dan perubahannya
yang mendadak. Pada saat itu, Matematika telah mengalami pergeseran yang besar.
Pergeseran
tersebut menunjukkan bahwa tidak menutup kemungkinan bahwa akan muncul
gagasan-gagasan baru tentang Matematika sebagai bentuk respon dari
kontradiksi-kontradiksi yang ada pada Matematika. Dan gagasan-gagasan itu
muncul seiring dengan menjadikan Matematika sebagai pengetahuan yang
menjelaskan fenomena alam yang bersifat dinamis dan kontradiktif sebagai wujud
dari realitas.
*Hasil telaah artikel
pada halaman web: http://www.marxist.com/reason-in-revolt-bab-16-matematika.htm
0 komentar:
Posting Komentar