Selasa, 23 Februari 2016

Ketidakberhinggaan dalam Paradoks Zeno*

0

Mata Kuliah Matematika Model
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, MA.

Struktur adalah sebuah bangunan yang terdiri dari berbagai unsur yang satu sama lain berkaitan. Struktur juga merupakan sifat-sifat instrinsik dari suatu objek yang diungkap melalui proses penyelidikan. Suatu objek dari waktu ke waktu memiliki struktur yang bersifat dinamis. Dengan mengidentifikasi struktur objek tersebut pada masa-masa tertentu, maka akan dicari hubungan antar struktur sedemikian sehingga dapat dibangun sebuah pengetahuan yang baru mengenai objek tersebut. Pada artikel ini penulis berusaha mengidentifikasi struktur dari ketakberhinggaan dengan berangkat dari paradoks Zeno.
Gagasan tentang ketakberhinggaan telah diperbincangkan sejak awal filsafat. Salah satu gagasan tentang ketakberhinggaan dimunculkan oleh Zeno (450 SM) yang dikenal dengan paradoks Zeno. Paradoks Zeno menjelaskan bahwa terdapat kuantitas yang kecil tak berhingga sebagai penyusun besaran kontinyu. Hal ini dibuktikan oleh Zeno melalui sebuah analogi suatu benda yang bergerak. Sebelum mencapai satu titik tertentu, benda tersebut pertama-tama harus menjalani separuh dari jarak yang ditentukan. Tapi, sebelum itu, benda itu juga harus telah melampaui setengah dari separuh jarak itu, dan seterusnya sampai tak berhingga. Sehingga ketika dua benda bergerak dengan jurusan yang sama, dan yang satu, yang berada pada satu jarak tertentu di belakang yang lain, bergerak lebih cepat dari benda di depannya itu, hal itu tidak menjamin benda tersebut akan menyalip benda di depannya itu. Misal, suatu lomba lari antara seekor kijang dengan seekor kura-kura. Jika kijang dapat berlari sepuluh kali lebih cepat dari kura-kura itu, sedangkan kura-kura itu mendapat keuntungan berada 1000 meter di depan kijang. Ketika kijang telah menempuh 1000 meter, kura-kura itu akan berada 100 meter di depannya; ketika kijang telah menempuh 100 meter itu, kura-kura itu akan berada 1 meter di depannya; ketika kijang menempuh satu meter itu, kura-kura akan berada sepersepuluh meter di depannya, dan terus demikian sampai tak berhingga.

Ilustrasi Ketakberhinggan dalam Paradoks Zeno

Analogi tersebut menggambarkan bagaimana bentuk dari struktur formal dari logika berpikir manusia. Bahwa secara kaidah geometri, jika suatu garis terdiri dari sejumlah takhingga titik, maka memungkinkan terdapat suatu barisan geometri takhingga dengan rasio kurang dari satu, dan bergerak secara berurutan yang semakin lama semakin kecil sekaligus memusat kepada suatu nilai batas. Sehingga -pada analogi di atas- tidak akan pernah kijang tersebut menyalip kura-kura. Padahal secara intuitif, kita dengan mudah memikirkan bahwa kijang akan menyalip kura-kura.
Pembahasan ketakberhinggan telah menjadi suatu landasan filsafat sejak 610 SM oleh Anaximander. Pada saat itu telah dikenal istilah apeiron yang bermakna tak berhingga atau tak terbatas. Selanjutnya paradoks Zeno mengusik para filsuf mengenai gagasan tentang ketakberhinggan. Dan sejak saat itu, ide ketakberhinggaan menjadi pembahasan yang dinamis di kalangan para pemikir maupun Matematikawan. Berikut ringkasan dinamika dari ide ketakerhinggaan dari masa ke masa.


Timeline Dinamika Ide Ketakberhingaan

Aristoteles sendiri menyatakan ketakberhinggaan sebagai sesuatu yang pasti ada sebagai keterangan dari obyek abstrak, seperti bilangan. Misalnya, seandainya ada bilangan yang paling besar disebut dengan maksimal (max), maka bagaimana dengan bilangan max+1, max+2 dan seterusnya. Dua macam potensi ketakberhinggaan, yakni penambahan berturutan dalam aritmetika (besar tak berhingga) dan pembagian berturutan dalam geometri (kecil tak berhingga) ini yang menjadi landasan formal dari ketakberhinggaan. Dengan demikian, logika formal tersebut menjamin kelengkapan dari ketakberhinggan tersebut dalam Matematika. Konsep ketakberhinggaan ini kemudian bermanfaat besar dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial, ekonomi, kimia dan lain sebagainya.
Namun jika dilihat dari sisi realitas, maka makna matematika formal dari ketakberhinggaan ini berkontradiksi dengan struktur materialnya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh aliran empirisme dan intuisionisme bahwa Matematika berkembang karena adanya pengalaman manusia. Sehingga manusia memiliki keterbatasan pikiran dalam memahami ide tentang ketakberhinggaan. Pikiran manusia lebih terbiasa mengangani hal-hal yang berhingga, yang dinyatakan dalam ide-ide yang berhingga, yakni memiliki nilai, awal dan akhir. Dan Matematika yang dipergunakan dalam keseharian pun lebih berkaitan dengan besaran yang berhingga. Sehingga ide tentang ketakberhinggaan pun berada di luar pengalaman manusia. Konsep ketakberhinggan sendiri tidak ada di dunia nyata. Karena suatu benda harus memiliki bentuk, ia harus berhingga, dan dengan demikian tidak dapat menjadi tak berhingga.

Dari penjelasan di atas maka konsep ketakberhinggaan merupakan bagian dari kelengkapan Matematika itu sendiri sekaligus berimplikasi terjadinya suatu yang kontradiktif. Sebagaimana yang dijelaskan dalam teori ketidaklengkapan Godel, bahwa konsekuensi dari kelengkapan Matematika adalah munculnya berbagai kontradiksi dengan dunia nyata. Sebaliknya, untuk mengajarkan konsep Matematika yang konsisten, maka Matematika mesti dipandang sebagai suatu konsep yang tidak lengkap.

0 komentar:

Posting Komentar

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html