Selamat Hari
Pers Nasional...
Hampir
70 tahun pers Indonesia membersamai rakyat dalam mengawal proses demokrasi dan
pembangunan nasional. Selama itu pula, pers memiliki peranan yang cukup besar
dalam peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di Bumi khatulistiwa. Dari
perjuangan kemerdekaan Indonesia hingga runtuhnya penguasa tiran yang mencoba
mematikan kebebasan berpendapat. Geliat pers semakin besar pasca terjadi
reformasi pada tahun 1998 yang ditandai dengan banyaknya media massa baru yang
bermunculan bak cendawan di musim hujan. Momentum kebebasan pers ini
mengantarkan Indonesia ke era keterbukaan informasi dan komunikasi. Setiap
orang dapat mengemukakan pendapatnya, mengaji gagasan orang lain, bahkan
mengubah persepsi dan perilaku masyarakat sesuai dengan kepentingannya melalui
media pers. Sehingga wajar jika media kemudian dinobatkan sebagai kekuatan
demokrasi keempat selain trias politica.
Namun
menjamurnya pers, baik dalam bentuk cetak, elektronik maupun social media, belum diimbangi dengan
regulasi dan kesadaran penggiat pers dalam menjamin kualitas dari setiap
informasi yang disebar ke masyarakat luas. Sehingga peranan pers pun mengalami
pergeseran seiring dengan kebebasan dan keterbukaan informasi yang tidak dapat
dikendalikan. Peran pers yang meliputi dimensi pendidikan, hiburan, kontrol
sosial, corong aspirasi rakyat, media sosialisasi kebijakan pemerintah, check and balance terhadap trias politica, dan bisnis kini menjadi media
hiburan dan bisnis semata. Bahkan lebih miris, menjadi alat pencitraan dan
demarketisasi yang tidak objektif bagi kepentingan suatu golongan atau individu
dengan cara membolak-balikkan kebenaran suatu fakta. Sehingga masyarakat
bukannya tercerahkan terhadap suatu kebenaran, terdidik, apalagi termediasi
melalui pers, melainkan justru semakin terombang-ambing, terlena, dan terstigma
oleh berita yang tidak lebih dari sekedar (mohon maaf) sampah.
Bagaimana tidak?
Kita, keluarga kita, dan generasi muda hari ini lebih sering disuguhi dengan
berita korupsi, kriminalitas, kemiskinan, kisruh politik, gaya hidup artis yang
hedonis dan hal-hal kontraproduktif lainnya ketimbang berita tentang informasi
yang mendidik, prestasi, siraman rohani, motivasi dan hal-hal yang dapat
membangkitkan semangat hidup masyarakat. Sehingga yang tergambarkan dalam benak
masyarakat bahwa Indonesia seolah-olah penuh masalah yang tak kunjung reda, di
mana pemimpin yang shaleh dicitrakan bejat, penguasa zhalim bak malaikat, tanpa ada satu kebaikan pun di Indonesia. Hal
ini berdampak kepada munculnya sikap pesimis dan apatis masyarakat terhadap
segala upaya perbaikan, dan justru jauh tenggelam dengan kesenangan duniawi
sebagaimana yang dipertontonkan oleh publik figur.
Sekali lagi saya
ucapkan selamat Hari Pers Nasional, inilah saat yang tepat untuk mengembalikan khittah
pers sebagaimana mestinya. Bahwa pers adalah alat perjuangan rakyat dalam
melawan kezhaliman dan melakukan perbaikan. Meski saya menginsyafi bahwa masih
ada media-media yang lantang menyuarakan kebenaran, berpihak kepada rakyat,
mendidik rakyat, dan menjadi corong aspirasi bagi rakyat. Namun ketika media-media
mainstream tetap setia dengan pola berpikir pragmatis, maka selamanya opini
masyarakat akan selalu digiring untuk kepentingan kelompok maupun individu yang
bermodal. Oleh karena itu, inilah saat yang tepat untuk mengevaluasi dan
memperbaiki regulasi dalam kebebasan pers baik yang tercantum dalam kode etik
maupun undang-undang. Sehingga di masa yang akan datang masyarakat kembali disajikan
berita-berita yang berbobot, bermanfaat, dan mendidik, dan yang pasti, bukan berita
sampah.
Tulisan ini
sejatinya hadir tidak hanya untuk berpesan kepada subjek dalam dunia pers,
tetapi juga bagi para konsumen berita. Bahwa kita tiba pada masa dimana kita
harus bijak dalam memilih dan memilah berita. Karena sebagaimana makanan yang
buruk, maka informasi yang keliru pun akan terakumulasi menjadi stigma negatif
yang jauh lebih berbahaya daripada sekedar tubuh yang jatuh sakit. Karena
dampaknya tidak hanya dirasakan oleh individu, namun dapat menjangkiti orang
lain. Sehingga senantiasa membaca ‘berita’ dibalik berita merupakan hal yang
penting bagi masyarakat. Jadilah pemirsa yang kritis, yang tidak mudah
terprovokasi oleh judul berita sehingga begitu latah men-forward berita yang belum jelas sumber dan kebenarannya. Karena
dengan sikap yang selektif dan kritis, kita telah berperan besar dalam
mengantisipasi berita-berita dari yang tak bermutu hingga yang dapat memicu
perpecahan di antara kita.
Dan sekali lagi,
selamat Hari Pers Nasional. Sejarah telah membuktikan, bahwa goresan pena mampu
mengubah nasib suatu negara bahkan dunia. Maka melalui momentum ini, dengan
segala perkembangan teknologi dan informasi, mari kita bangun narasi terbaik
bagi bangsa kita, lalu sebarkan nilai-nilai kebaikan tersebut melalui media.
Jadilah pelaku pers yang menyuarakan kebenaran, keadilan dan kebaikan.
Hai orang-orang yang
beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah
dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
(QS. Al Hujurat [49]: 6)
Wallahu a’lam bishshawwab.
Yogyakarta, 6 Februari 2016
From (Kampung) Dero to Hero
0 komentar:
Posting Komentar