Apa itu etika? Ada yang
mengatakan etika itu adalah sikap. Ada yang berpendapat bahwa ia tidak lain
adalah nilai-nilai dalam kehidupan. Ada pula yang menganggap etika adalah
tentang tata cara. Jadi, apa itu etika? Untuk memperoleh gambaran lebih jelas,
mari kita perhatikan dua ilustrasi berikut.
http://media.efpa.eu/images/assets/ethics/ethics_3.jpg |
Ilustrasi I
Di negara-negara maju, semua
fasilitas publik bekerja secara otomatis. Hal yang sama berlaku pada negara
Prancis. Transportasi umum seperti bus dan kereta di negara ini dioperasikan
menggunakan teknologi dengan menggunakan sistem self-service alias swalayan, sehingga hampir tidak ditemukan
petugas yang berjaga. Meskipun bekerja secara otomatis, ternyata sistem ini
masih memberikan celah bagi masyarakat yang ingin berbuat curang dan hal ini
diketahui oleh Fulan, seorang mahasiswa asing yang sedang menuntut ilmu di
negara modis tersebut. Celah tersebut ia gunakan untuk dapat bepergian
menggunakan transportasi publik tanpa harus membayar. Hal ini ia lakukan jika
tidak memiliki banyak uang sehingga harus berhemat. Pada akhirnya ia lulus
kuliah dan mulai mencari pekerjaan di negara tersebut. Namun apa yang terjadi,
semua kantor yang ia datangi menolak lamaran kerjanya. Hal ini membuatnya
frustasi dan kesal sehingga membawa permasalahannya tersebut ke departemen
ketenagakerjaan di sana. Merasa diperlakukan tidak adil dan rasis, Fulan pun menyampaikan
komplain kepada petugas di sana. Petugas tersebut menjelaskan alasan mengapa ia
ditolak setiap kali melamar pekerjaan. Ternyata, hal tersebut dikarenakan ia
memiliki catatan pernah berbuat curang dalam menggunakan fasilitas pubik
sebanyak tiga kali. Namun Fulan tak terima dengan alasan itu, karena menurutnya
tiga kali pelanggaran itu tergolong sedikit. Petugas tersebut kembali
memberikan penjelasan bahwa meskipun baru tertangkap tiga kali, hal tersebut
sangat menjadi pertimbangan bagi setiap perusahaaan karena seseorang yang
berani berbuat curang terhadap fasilitas publik sangat mungkin akan berbuat
curang dan merugikan perusahaan.
Ilustrasi II
Suatu pagi hari, seorang dosen
senior tak sengaja melewati sebuah kelas yang sedang melaksanakan perkuliahan
yang diisi oleh seorang dosen junior (baru saja diterima mengajar). Di hari
yang sama pada malam yang cukup larut, dosen senior tersebut menelpon dosen
junior tersebut. Merasa ada sesuatu yang penting, dosen junior itu pun segera
mengangkat teleponnya lantas bertanya mengapa dosen senior tersebut menelponnya
di malam yang larut. Dengan setengah berbisik lewat telpon yang ia gunakan,
dosen senior itu memberitahukan bahwa materi yang disampaikan oleh dosen junior
ketika perkuliahan pagi tadi ada yang keliru sehingga penting untuk diluruskan.
Mendengar hal tersebut, dosen junior itu pun merasa heran. “Terimakasih pak.
Tapi, jika hanya untuk menegur kesalahan saya, mengapa harus menunggu selarut
malam begini?” tanya dosen junior. “Aku khawatir, jika aku menegurmu langsung
saat itu pula, engkau akan merasa malu. Kenapa mesti selarut ini, karena aku
tidak mau ada yang mengetahui bahwa aku telah menegurmu yang karenanya engkau
akan diremehkan oleh orang lain.” ungkap dosen senior.
Apa poin-poin penting yang bisa
kita dapatkan dari dua ilustrasi di atas? Bagaimana tentang nilai, sikap dan
tatacara yang diungkap pada kedua ilustrasi tersebut? Bagaimana dampaknya
terhadap peri kehidupan?
Memang, etika memiliki beberapa
istilah yang semakna. Ada yang menggunakan kata adab, moral, susila, sopan
santun, akhlak hingga tata krama untuk menyampaikan tentang etika. Semuanya
bermuara kepada aturan yang berlaku bagi manusia.
Kita sadar, bahwa kita tidak
hidup sendirian. Kita berada dalam sebuah entitas masyarakat yang di dalamnya
terdapat beragam latar belakang agama, suku, ras, ide, karakter manusia.
Kemajemukan ini merupakan kekayaan sekaligus tantangan bagi suatu bangsa. Oleh
karena itu, perlu sebuah tata aturan yang mampu mengharmoniskan keberagaman
tersebut. Adalah etika, salah satu dari sekian rule yang berperan penting dalam mewujudkan sila kedua, kemanusiaan
yang adil dan beradab. Agar tidak ada manusia yang saling serang, agar tercipta
kehidupan yang aman dan tentram.
Jika logika adalah tentang benar
dan salah, maka etika berbicara tentang baik dan buruk. Benar dan baik
merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam sebuah konsep tentang perbuatan
baik (dalam Islam dikenal dengan amal shaleh). Sebuah tindakan tidak cukup
hanya bernilai benar. Tetapi, setiap tindakan juga perlu mempertimbangkan
baik-buruk dari segi motif, cara, situasi dan semacamnya. Sebagaimana ilustrasi
II, menegur bisa jadi merupakan tindakan yang dibenarkan. Namun bayangkan jika
teguran itu dilakukan dengan tujuan untuk merendahkan atau mempermalukan
seseorang di depan umum. Apatah lagi jika tindakan yang dilakukan semata-mata
pembenaran, sebagaimana ilustrasi I. Mungkin mahasiswa itu mengalami kesulitan ekonomi
sehingga memutuskan untuk berbuat curang, itupun dilakukan hanya sesekali
sehingga tidak akan berdampak signifikan terhadap pemasukan negara. Namun
tindakan tersebut tetap saja tidak dapat dibenarkan karena telah menciderai hak
warga lainnya.
Dari sekian banyak etika yang ada,
ia ada yang bersifat lokal, ada pula yang bersifat universal. Contoh etika yang
bersifat lokal adalah memegang kepala. Di Indonesia, memegang kepala seseorang
merupakan tindakan yang tidak sopan. Sebaliknya, di jazirah Arab, seseorang
menghormati orang lain dengan memegang kepalanya. Begitupula dalam dunia
keprofesionalan, ada kode etik yang mesti diindahkan. Kita mengenal ada kode
etik wartawan, ada kode etik guru. Dalam dunia bisnis, kita mengenal istilah
etika bisnis. Meskipun etika memiliki spektrum yang beragam di berbagai
permukaan Bumi dan profesi, sejatinya etika memiliki nilai-nilai yang bersifat
universal. Di antaranya adalah seperti rasa malu, sikap jujur dan integritas.
Lalu, kepada siapa saja kita
beretika? Sejatinya etika itu berlaku bagi dan untuk apa dan siapa saja. Baik
itu kepada sesama manusia, lingkungan, bahkan makhluk lainnya, lebih-lebih
beretika kepada Tuhan. Kali ini kita akan mengupas sedikit tentang beretika
kepada diri sendiri dan sesama manusia.
Bagaimana cara kita beretika
kepada diri kita sendiri? Setidaknya ada dua hal yang dapat kita lakukan sebagai
bentuk penghormatan kepada diri kita sendiri, yakni dengan menjaga kesehatan
dan menjaga kehormatan/harga diri. Menjaga kesehatan diri merupakan hal yang
penting, karena ia adalah aset yang berharga dalam menjalani aktivitas
sehari-hari. Hal ini dilakukan dengan menerapkan pola hidup yang sehat, seperti
berolahraga secara rutin, mengonsumsi buah dan sayuran, menjaga pola makan dan
sebagainya. Kesehatan tidak hanya tentang aspek jasmani, tetapi juga aspek
intelektual dan mental. Menjaga keduanya dapat dilakukan dengan senantiasa
menuntut ilmu dan bersosialisasi dengan lingkungan. Untuk yang terakhir ini
(sosialisasi), penting juga bagi kita untuk menjaga kehormatan diri kita dalam
kehidupan sosial. Bagaimana caranya? Dengan menghindari tindakan-tindakan yang
membuat harga diri kita jatuh, yakni perilaku yang melanggar sopan santun dan
norma susila yang berlaku di masyarakat.
Selain beretika kepada diri
sendiri, kita juga perlu memperhatikan cara beretika dengan orang lain, baik
kepada orangtua, tetangga, kerabat, teman hingga rekan kerja. Menepati janji,
menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebh muda, bersikap jujur dan penuh
integritas merupakan sekelumit dari sekian banyak etika yang berlaku ketika
kita bersosialisasi dengan masyarakat. Namun secara umum, kunci beretika adalah
tentang bagaimana kita mengikis sifat dan tindakan buruk kita serta pada saat
yang sama, kita tingkatkan sifat dan tindakan yang baik dan bermanfaat bagi
orang-orang di sekitar kita.
Demikian, semoga menjadi nasihat
bagi saya pribadi dan bermanfaat bagi orang yang tersayang.
Yogyakarta, 22 Februari 2017
Yang masih belajar,
0 komentar:
Posting Komentar