(Sebuah Resensi Sederhana dari Buku “Ajari Aku Cinta”)
Cinta,begitu indah terasa…
Dunia pun s’lalu tertawa,
Mendengar kisah cinta manusia
Cinta, mutiara manusia
Fitrah dari Sang Esa,
Tumbuh berkembang daun-daun cinta
Yak…itu tadi adalah sebuah penggalan lirik nasyid dengan judul
“Cinta” by Fatih (lagu dijual terpisah, hehe...). Hmm…kalo diliat
dari isi yang terkandung dalam lirik tersebut, tentu teman-teman
sekalian serta merta mengiyakan apa yang telah Fatih sampaikan mengenai cinta.
Bahwa cinta adalah sebuah fitrah (bawaan dari lahir) seorang keturunan Adam dari Allah SWT. So, yang merasa
dirinya gak punya cinta (benci mulu) maka waspadalah, jangan – jangan anda
sekarang bukan manusia lagi,hehe…
Dan, lucunya
(sampai-sampai dunia pun ikut ketawa), manusia senantiasa salah dalam
menempatkan dan mengelola rasa cintanya itu. Hal inilah yang membuat manusia
bukannya bahagia dengan cinta, tapi malah sengsara gara-gara cinta (yak…ini
kayak lagu dangdut). Wa bil khusus teruntuk kalangan remaja yang darahnya sedang bergejolak dan berapi-api
(yah,dangdut lagi…). Maka gak heran kalo sekarang makin marak pemerkosaan,
kumpul kebo, trus muncul yang namanya HTS (Hubungan Tanpa Status), TTM (Teman
Tapi Mesra), dan TTS (Teka Teki Silang) (ok, yang ini salah…). Gak sedikit
saudara-saudara kita yang belingsatan gak jelas juntrungannya gara-gara
‘cinta’. Gimana dengan kita??? Apakah kita udah mengalaminya??? Atau sedang
mengalaminya??? Trus gimana sikap kita terhadap yang namanya cinta??? 1+1 sama
dengan berapa??? Presiden RI ke-2 sapa namanya??? dst….
Untuk menjawab itu semua
(kecuali dua pertanyaan terakhir tentunya…), ada sebuah buku yang dikarang oleh
Dr. Khalid Jamal dengan judul “Al Habbu fil Jami’ati” yang kemudian
diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Budiman Mustofa, Lc dan diberi judul
“Ajari Aku Cinta” (jreng…jreng…jreng…). Buku ini spesial mengupas liku-liku cinta antar lawan jenis sehingga sangat
relevan banget buat kita-kita. Nah, kesempatan kali ini kita akan belajar
sedikit tentang cinta dari buku ini. Udah siap???Tancap…!!!
Mari bersama-sama kita
definisikan dulu konsep cinta itu, tentunya berdasarkan dalil-dalil yang ada. Karena
Allah-lah yang menciptakan kita dan hati kita. Maka Allah-lah yang lebih tau
mengenai konsep cinta itu. Bukannya Mama Loreng, Om Dedy, Pangeran Cinta atau
apalah semacamnya…Konsep cinta dalam Al Qur’an erat kaitannya dengan konsep
keimanan kita. Sebagaimana dalam Al Qur’an surah Al Baqarah ayat 165 Allah SWT
berfirman:” Dan diantara manusia ada orang-orang
yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya
sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat
cintanya kepada Allah.” Maka inilah bentuk cinta kita, yakni bentuk loyalitas
kita kepada Allah SWT. So, it’s not all about feelin’ of human
being, it’s about loyality. Trus, kalo konsep cinta dikaitkan dengan
perasaan kita, Allah SWT pun udah menerangkannya dalam surah Ar Ra’du ayat 28: ”(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” Udah
jelas, kalo dengan kita senantiasa mengingat (berdzikir) kepada Allah, hati
kita bakal tambah tenang. Kalo nginget ‘someone’,
malah hati kita jadi gak tenang. Cuman kondisinya, sekarang kita tuh sukanya
menzhalimi diri sendiri. Bukannya ngingat Allah, malah sibuk mikirin si ‘dia’
yang belom tentu mikirin kita,ckckck…Lebih lanjut, konsep cinta pun mesti
berakhir dalam bingkai nikah. Bukannya berakhir kayak sinetron picisan yang ada
di tipi-tipi. Sebentar nyambung, sebentar putus. Coz marry is not all about love, but also responsibility. Yak, tanggungjawab…bukan
cuman bisa nikah doang dengan modal cinta, tapi mesti tanggungjawab biar gak
sering nikah cere’ (baca:cerai). Hal ini pun udah sejalan dengan firman Allah
dalam surah At Tahrim ayat 6:”Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka….”.
Next, kita akan ngebahas tentang tangga – tangga rasa cinta (dalam konteks yang negatif).
Yak, gak cuma rumah atau perkantoran aja, cinta pun punya tangga-tangga
tersendiri yang makin tinggi makin berbahaya (wuidihh…). Tangga pertama cinta
diduduki oleh yang namanya istihsan, yang
artinya selalu menganggap baik apapun yang ‘ia’ lakukan. Baik dari segi
perilakunya,kata-katanya,fisiknya, pokoknya semua lah. Intinya all the best of him. Nah, inilah yang
biasa kita alami waktu eS De dulu. Liat yang baik dikit aja dengan kita,
bawaannya merah jambu aja,ckckck…Tangga berikutnya adalah terpesona,trus
tersanjung (hehe…gak ding). Dan tangga paling tinggi adalah mabuk cinta. Nah
loh…habis dikasih minum apaan sampai-sampai jadi mabuk nih cinta??? Kalo udah
gini, semua serba ‘dia’ deh. Makan, ingat dia. Tidur, ingat dia. Yang lebih
parah (na’udzubillah…) kalo shalat, ingat dia. Nah, kalo udah gini gimana
dong???
Tentunya pasti ada tindakan yang bersifat kuratif
(nyembuhin) terhadap mabuk cinta. Diantaranya dengan cara diisolasi dari
lingkungan yang gak kondusif tadi, trus diterapi biar dia bisa neglupain
sukaannya, ajak dia berhijrah, atau langsung nikahin aja (kalo udah
mampu,hehe…). Tapi, kata orang bijak, mencegah lebih baik daripada mengobati.
Nah, pencegahan dari cinta-cinta yang buta adalah dengan gadhul bashar (jaga pandangan) dan cari
kesibukan lain yang bermanfaat yang bisa ngelupain rasa cintanya.
Yak, itu tadi pembahasan kita tentang
C.I.N.T.A….CINTA….Semoga bermanfaat. Semoga kita bisa menjadi insan-insan yang
selalu menempatkan rasa cinta kita spesial teruntuk Allah SWT. Amin.
Kota Penuh Cinta, 24 Oktober 2015
From (Kampung) Dero to Hero
*Disampaikan oleh Bpk Robiansyah dalam Acara Bedah Buku LDKm MD’U
2011 dan dimix ulang oleh
Anwaril Hamidy
0 komentar:
Posting Komentar