Selasa, 09 Agustus 2016

MATEMATIKA ANTI KORUPSI

0

Adil ialah menimbang yang sama berat,
menyalahkan yang salah, dan membenarkan yang benar,
mengembalikan hak yang empunya, dan jangan berlaku zhalim di atasnya
(Buya Hamka)

Korupsi di Indonesia kini telah mencapai fase kritis dan berpotensi mengancam kestabilan negara. Hal ini terus bertambah parah seiring terbongkarnya kasus-kasus korupsi yang tidak hanya menyeret oknum eksekutif dan legislatif, namun juga para penegak hukum yang justru diharapkan mampu memberantas korupsi. Hampir-hampir istilah “oknum” pun tidak relevan lagi mengingat tindakannya yang sistematis dan terencana oleh orang-orang yang berada dalam satu unit kerja. Selain itu, korupsi pun telah menjangkiti masyarakat hampir di setiap elemen sosial masyarakat, baik dari pengusaha, akademisi, hakim, pemuda, bahkan ibu rumah tangga. Perilaku korupsi telah membudaya dan menciderai nilai-nilai kejujuran, integritas, keadilan, dan sikap tanggungjawab yang selama ini menjadi bagian dari tatanan moral bangsa. Dampaknya tidak hanya menghambat pembangunan nasional, tetapi juga merusak karakter masyarakat sebagai dampak paling berbahaya.
Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka memberantas korupsi. Mulai dari penyempurnaan undang-undang tentang pemberantasan korupsi (seperti UU No. 20 Tahun 2001), membentuk lembaga khusus pemberantasan korupsi (KPK), hingga menciptakan sistem politik pemerintahan yang mampu menekan tindakan korupsi. Namun kenyataannya hal ini belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Sistem demokrasi Indonesia yang diakui Internasional sebagai sistem yang telah matang pun belum mampu berkontribusi terhadap pemberantasan korupsi (Rangkuti, 2016). Hukum positif tindak pidana korupsi yang ditinjau dan diperbarui seolah masih meninggalkan celah bagi para pelaku kecurangan untuk bermain. Sanksi terhadap tersangka kasus korupsi pun belum mampu memberikan efek jera bagi para tersangka. Bahkan KPK sebagai lembaga istimewa pemberantas korupsi pun digembosi dengan adanya isu tendensi politik (atau mungkinkah itu benar adanya?). Hal ini semakin ironi dengan kenyataan bahwa Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim sekaligus menjadi negara terkorup se-Asia Pasifik (PERC dalam Ahmad, 2014). Padahal Islam dengan tegas menyatakan bahwa korupsi  beserta turunan tindakan curang lainnya (mencuri, khianat terhadap amanah, suap, gratifikasi, dan penggelapan) merupakan perbuatan yang haram. Lalu apa yang bisa kita lakukan?
Kenyataan yang ada di atas menunjukkan bahwa permasalahan korupsi tidaklah cukup ditangani dengan memperbaiki sistem. Karena permasalahan korupsi juga berkaitan dengan mindset dan cara pandang masyarakat sebagai bagian dari sistem. Oleh karena itu, perlu upaya untuk mengembalikan nilai-nilai integritas, kejujuran, amanah, dan keadilan dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara. Selain itu, generasi muda sejak dini juga perlu diberikan edukasi tentang bahaya laten korupsi. Sehingga pendidikan sebagai wadah untuk membentuk karakter bangsa memainkan peranan yang penting dalam memenuhi hajat tersebut.
Pendidikan anti korupsi tidak selamanya harus disampaikan kepada peserta didik dalam setting pembelajaran yang khusus. Namun sikap anti korupsi dapat dikembangkan dengan menyisipkan nilai-nilai integritas, kejujuran, kepedulian, amanah dan keadilan dalam dalam setiap mata pelajaran yang ada, tak terkecuali Matematika.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Matematika merupakan bagian yang erat kehidupan sehari-hari. Matematika tidak hanya tentang menghitung dan mengoperasikan bilangan belaka, namun juga tentang cara berpikir, pemecahan masalah dan ide besar yang dibangun dari pengalaman kehidupan sehari-hari (Adams, 2010). Dalam konteks berpikir tingkat tinggi, Matematika digunakan sebagai alat evaluasi dan justifikasi terhadap suatu pernyataan (Mullis et al, 2009). Dalam konteks Matematika sekolah menengah, Matematika merupakan pengetahuan yang disusun dengan penalaran yang logis, konsisten, koheren, analitik dan ideal yang kemudian dikenal dengan Matematika Formal (Hamidy, 2016). Sikap-sikap tersebut merupakan komponen penyusun kemampuan berpikir kritis. Meskipun hakikat objeknya bersifat abstrak, namun pembelajaran Matematika yang efektif mesti melibatkan konteks kehidupan sehari-hari peserta agar mereka merasakan kebermanfaatan dan keterlibatan Matematika dalam realita. Kemampuan berpikir kritis, evaluatif dan analitik merupakan modal penting dalam menyelamatkan diri dari perangkap korupsi. Perlu disadari bahwa latar belakang korupsi tidak hanya karena motif ekonomi ataupun politik. Tak jarang seseorang terpearangkap dalam praktik korupsi dikarenakan ketidakpahaman terhadap hukum dan ketidakpekaan terhadap situasi dan kondisi.
Selain itu, pembelajaran Matematika juga mengandung potensi pengembangan nilai-nilai karakter bangsa. Di antaranya adalah nilai kejujuran, disiplin, kerja keras, komunikatif, demokratis, kreatif, dan bertanggung jawab (Lasmanawati, 2015; Rivillia; 2013). Nilai-nilai karakter tersebut sejalan dengan upaya pemberantasan korupsi, yakni membentuk masyarakat yang tidak hanya cerdas dari aspek intelektual, tetapi juga memiliki nilai-nilai anti korupsi.
1.         Kejujuran
         Pembelajaran matematika sangat terikat erat dengan aturan, baik itu berupa aksioma, teorema, rumus dan lain sebagainya. Sehingga setiap pernyataan atau hasil akhir yang diperoleh dari suatu proses matematis dapat ditentukan kebenarannya secara objektif melalui aturan-aturan tersebut. Sedikit saja perubahan dan penyimpangan data akan dapat dideteksi dengan mudah. Oleh karena, setiap peserta didik dituntut untuk senantiasa menyelesaikan suatu perhitungan dengan apa adanya tanpa perlu ditambahkan sesuatu apapun. Hal ini selaras dengan sikap jujur yang senantiasa apa adanya dalam menyampaikan kebenaran tanpa perlu dibumbui ataupun dikurangi. Sikap ini akan menjadi karakter yang kuat seiring dengan konsistensi menjaga sikap ini tidak hanya dalam menyelesaikan permasalahan matematis, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
2.         Disiplin
         Masih berkaitan dengan penjelasan sebelumnya. Bekerja secara matematis berarti bekerja sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku. Sedikit saja melanggar ketentuan, maka hasil tidak akan sesuai denga yang diharapkan. Hal ini melahirkan sikap disiplin dan tidak sewenang-wenang terhadap aturan yang berlaku. Sikap disiplin penting dalam memberantas korupsi yang identik dengan aktivitas yang melawan hukum.
3.         Kerja keras
         Tidak selamanya soal Matematika dapat diselesaikan dengan singkat dan mudah. Beberapa soal menuntut proses penyelesaian yang panjang dengan melibatkan berbagai konsep dan rumus yang rumit dan kompleks. Hal ini kerja keras dan ketekunan siswa dalam menyelesaikannya. Sikap kerja keras, tekun dan pantang menyerah penting dibentuk dalam diri peserta didik agar tidak tergoda untuk mengambil jalan-jaln pintas yang melanggar hukum dalam meraih kesuksesan.
4.         Bertanggung jawab
         Ada kalanya peserta didik diminta untuk memaparkan hasil pekerjaannya di depan kelas. Ini adalah saran bagi siswa untuk mempertanggungjawabkan tugas yang diberikan. Ketika terdapat kesalahan, kritikan dan saran, peserta didik diharapkan mampu berbesar hati menerima, mengakui dan memperbaikinya. Hal ini akan membuat peserta didik senantiasa mengoreksi jawabannya terlebih dahulu sebelum dipaparkan di depan. Hal ini merupakan bentuk tanggungjawab seorang peserta didik terhadap tugas yang diberikan.
Nilai-nilai anti korupsi tersebut akan semakin mengakar dalam mindset dan perilaku berbangsa dan bernegara jika pembelajaran Matematika mampu dikontektualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pula. Hal ini dapat dilakukan dengan mengangkat isu korupsi sebagai pengantar, konten soal, maupun penutup dari proses pembelajaran Matematika. Misalnya ketika berkaitan dengan statistika.
Seorang pejabat negara diminta untuk melaporkan kekayaannya tiap bulan kepada KPK. Berdasarkan hasil laporan diperoleh grafik kekayaan pejabat tersebut dari awal menjabat (Maret) hingga awal bulan Agustus sebagai berikut. Jelaskan pendapatmu tentang kekayaan pejabat tersebut. Apakah kekayaan yang dimilikinya normal?

                Sumber: Modifikasi

Contoh lainnya dalam perkalian dan pembagian bilangan.
Budi diminta ibunya berbelanja rutin setiap pekan. Namun setiap kali berbelanja Budi selalu mengambil Rp1000 tanpa sepengetahuan ibunya untuk membeli mainan.
a.       Bagaimana menurutmu tentang tindakan Budi?
b.       Apakah nilai uang yang diambil Budi tersebut kecil atau besar?
c.        Perkirakan jumlah uang yang Budi ambil jika hal itu dilakukan berulang-ulang kali selama tiga tahun?
d.       Dengan perkiraan jumlah uang tersebut, apa hal bermanfaaat yang bisa dibayar/dibeli bagi keluarga Budi daripada sekedar mainan?

Beberapa contoh di atas tidak hanya memancing pengetahuan peserta didik terkait materi yang berkaitan. Namun juga membangun kesadaran, kepekaan dan sikap kritis terhadap praktik korupsi.
Berdasarkan paparan di atas, maka Matematika sebagai bagian dari pembelajaran di sekolah memiliki kontribusi dalam membentuk generasi bangsa yang anti korupsi. Gagasan ini tidak menutup kemungkinan untuk dapat diterapkan pada mata pelajaran lainnya. Sehingga nilai-nilai anti korupsi pun tersebar dalam setiap bidang kehidupan tanpa harus secara khusus dan eksplisit membahas tentang anti korupsi. Diharapkan dengan adanya perbaikan dari sisi mental dan intelektual, korupsi di Indonesia dapat diberantas sampai ke akar-akarnya.
Wallahu a’lam bishshawwab.



REFERENSI

Adams, D.  & Hamm, M. (2010). Demystify math, science, and technology. Plymouth, UK: Rowman & Littlefield Publishers Inc.
Ahmad, Maghfur. (2014). Fiqh anti korupsi mazhab negara: Memadu hukum Islam dan hukum nasional. Jurnal Hukum Islam. Vol 12 (1). Tersedia pada http://e-journal.stain-pekalongan.ac.id/index.php/jhi Di akses pada 6 Agustus 2016.
Hamidy, A. (2016). Formal. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Lasmanawati, A. (2015). Mengembangkan karakter melalui matematika. http://bangka.tribunnews.com/2015/04/09/mengembangkan-karakter-melalui-matematika Diakses pada 7 Agustus 2016
Mullis, I. V. S., Martin, M. O., Ruddock, G. J., O’ Sullivan, C. Y. & Preuschoff, C. (2009). TIMSS 2011 assessments frameworks. Amsterdam: International Association for The Evaluation of Educational Achievement (IEA).
Rangkuti, Ray. (2016). Korupsi dan masa depan bangsa. Disampaikan pada kuliah umum perdana Madrasah Anti Korupsi 30 Juli 2016.

Rivillia, S.R. (2013). Proses integrasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran matematika di sekolah MAN 2 Barabai. Ta'lim Muta'allim Vol. 6 (6). Di akses pada 7 Agustus 2016.

See also: https://www.academia.edu/27597940/MATEMATIKA_ANTI_KORUPSI 

0 komentar:

Posting Komentar

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html