Kasus:
Pada pertemuan pertama dalam kegiatan pembelajaran, seorang guru menyampaikan
materi menggunakan aplikasi Microsoft
Power Point yang sangat menarik dengan menggunakan perpaduan efek audio dan
visual. Hal ini membuat siswa menjadi tertarik dan mempermudah mereka dalam
memahami materi yang disampaikan. Guru pun tidak perlu repot dalam menyampaikan
materi tersebut. Proses pembelajaran seperti ini akhirnya terus diterapkan oleh
guru bersangkutan dalam setiap pertemuan.
Rabu, 25 November 2015
Fenomena Comte: Utuh yang Ternyata Masih Separuh
Posted on 05.26 by Anwaril Hamidy
Tugas Refleksi Mata
Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen: Prof. Dr.
Marsigit, MA
Seiring
perkembangan zaman, ilmu pengetahuan pun semakin hari semakin berkembang. Ilmu
pengetahuan yang dahulu telah dibangun dan diajarkan kini menjadi pondasi bagi
berkembangnya berbagai cabang ilmu pengetahuan yang baru. Begitu pula filsafat
sebagai salah satu pondasi ilmu pengetahuan, telah memberikan pengaruh terhadap
berbagai macam aspek kehidupan masyarakat hingga saat ini. Di antara pemikiran
filsafat yang hingga hari ini masih memberikan pengaruh yang besar terhadap
kehidupan manusia adalah pemikiran postivisme yang dicetuskan oleh August
Comte.
Senin, 23 November 2015
Agama: Mitos atau Logos?*
Posted on 10.56 by Anwaril Hamidy
*Refleksi Perkuliahan Kesepuluh
Rabu, 18 November 2015
Dosen: Prof. Dr.
Marsigit, MA
Mitos adalah
sesuatu yang semestinya bisa dipikirkan oleh manusia, tapi tidak mereka pikirkan.
Mitos telah ada sejak manusia lahir dengan berbagai bentuk dan dimensinya. Seperti
mitos bahwa pelangi adalah jembatan para bidadari yang turun ke Bumi. Padahal
pelangi adalah efek pembiasan cahaya menggunakan lensa alami (air hujan) maupun
lensa buatan (prisma). Ketika manusia berhenti pada pemahaman bahwa pelangi
adalah jembatan bagi para bidadari, maka manusia telah termakan mitos. Namun ketika
manusia memikirkan mitos secara kritis dan mencari kebenarannya, maka mitos pun
berubah menjadi logos. Begitu pula pernyataan-pernyataan filsuf atau para ahli
yang kita terima begitu saja tanpa dipikirkan secara kritis, maka semuanya pun akan
menjadi mitos. Mitos dapat pula berupa jawaban sementara atas sebuah
pertanyaan. Seperti konjektur atau rumus dugaan terhadap suatu pola. Ketika
matematikawan berhenti pada konjektur itu saja, maka sebenarnya pengetahuannya
terancam menjadi mitos. Kebiasaan seperti berpakaian, menulis dengan tangan
kanan, mencuci kaki sebelum tidur, juga termasuk mitos jika kita tidak
merenungkan segala rutinitas tersebut. Sehingga mitos adalah kondisi ketika manusia
merasa telah mengerti dengan jelas lalu berhenti berpikir.
Mitos dan logos itu
bersifat relatif, sesuai ruang dan waktu, yakni berdimensi. Sehingga mitos dapat
dipahami sebagai bentuk ketidakpahaman dimensi yang di bawah terhadap dimensi
yang berada di atasnya. Seperti bawahan tidak memahami mengapa atasannya
memerintahnya begini dan begitu. Oleh karena itu, menghindarkan diri dari mitos
perlu memahami ruang dan waktu. Karena logos di satu ruang dan waktu, bisa
menjadi mitos di ruang dan waktu yang lain. Begitu pula sebaliknya.
Lalu bagaimana
dengan agama? Sebagaimana yang Prof. Marsigit sampaikan bahwa agama bukanlah
mitos, melainkan sebuah keyakinan. Tetapi sewaktu-waktu bisa berubah menjadi
mitos. Yakni ketika manusia beribadah tanpa ilmu. Sebagaimana amal yang
diterima Tuhan adalah amal yang dilandasi oleh niat yang ikhlas dan sesuai
dengan aturan agama. Sehingga beribadah dengan bekal ilmu agama yang mumpuni
pun menjadi syarat yang utama. Namun hal tersebut tidak serta merta memberikan
ruang kepada manusia untuk mempertanyakan (sebagaimana pangkal dari ilmu adalah
bertanya) mengapa harus beribadah dengan cara begini dan begitu. Adapun yang
dapat manusia lakukan adalah menemukan hikmah dari setiap perintah dan larangan
yang Tuhan berlakukan untuk manusia. Di mana hikmah tersebut tentunya
berdimensi, sehingga tidak selamanya manusia mampu menemukan hikmah dari setiap
aturan yang agama telah tetapkan. Hal inilah yang menjadi landasan bahwa metode
hermeneutika tidak dapat diberlakukan kepada agama dan kitab sucinya. Karena
hal itu sama saja manusia berusaha menduga-duga kekuasaan Tuhan yang sejatinya
absolut.
Dunia yang
lengkap adalah mitos, logos, dan spiritual. Dan setiap pikiran manusia memiliki
ambang batasnya masing-masing. Maka agama adalah sebuah keyakinan yang ditopang
oleh ilmu pengetahuan dan terbebas dari segala bentuk mitos. Namun ketika
manusia tidak mampu (dan tidak akan pernah mampu) memikirkan salah satu bagian
dari agama, maka kembalikan bagian tersebut kepada hati yang ikhlas, yakni iman
dan takwa kita kepada Tuhan (spiritual).
Jogjakarta, 23 November 2011
From (Kampung) Dero to Hero
Jumat, 20 November 2015
Kerja, Pikir dan Doa*
Posted on 07.57 by Anwaril Hamidy
*Refleksi Perkuliahan Kesembilan
Rabu, 11 November 2015
Dosen: Prof. Dr.
Marsigit, MA
Dunia
ini meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Manusia sebagai salah satu komponen
di dunia ternyata tidak selamanya termasuk yang ada. Karena eksistensi manusia sendiri
dalam dunia sangat ditentukan oleh berbagai hal. Dalam filsafat, yang ada tidak
hanya menunjukkan keberadaan secara fisik. Karena hakikat yang ada harus
meliputi ada, mengada dan pengada. Mengada adalah
Kamis, 19 November 2015
MENGGAPAI IKAN CERDIK YANG BERENANG DALAM ARUS POWERNOW*
Posted on 13.34 by Anwaril Hamidy
*Refleksi Perkuliahan
Kedelapan
Rabu, 4 November 2015
Dosen: Prof. Dr.
Marsigit, MA
Berfilsafat
adalah berpikir secara kritis untuk membangun dunia secara utuh dan lengkap. Sehingga
luasnya dunia manusia tidak lain seluas pikiran manusia itu sendiri. Ribuan
tahun yang lalu para filsuf telah mengembangkan berbagai pemikirannya mengenai
alam semesta, yakni meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Pemikiran para
filsuf tersebut hingga hari ini pun masih memberikan pengaruhnya yang
signifikan terhadap kehidupan manusia, tidak terkecuali di bidang pendidikan.
Kamis, 12 November 2015
REVITALISASI PERAN AYAH DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK*
Posted on 22.51 by Anwaril Hamidy
Pendidikan
karakter anak merupakan hal yang penting di masa yang begitu dinamis saat ini.
Pendidikan karakter adalah sebuah upaya penyelamatan moral bangsa yang kini
mengalami dekadensi dan penyimpangan. Di mana perilaku korupsi mulai
menjangkiti setiap lini birokrasi, kenakalan remaja semakin beragam,
kriminalitas tak kenal sanak saudara, semuanya memuncak seiring dengan
ditinggalkannya nilai kejujuran dan memudarnya rasa malu dalam kehidupan
sosial. Problematika tersebut tidak dapat diselesaikan dengan tuntas kecuali
dengan memperbaiki dan menjaga karakter anak sebagai generasi muda. Namun upaya
pembentukan karakter tersebut tidak dapat berjalan secara optimal tanpa peran
serta orangtua sebagai lingkungan pertama dan utama dalam proses tersebut.
Langganan:
Postingan (Atom)