Kasus:
Pada pertemuan pertama dalam kegiatan pembelajaran, seorang guru menyampaikan
materi menggunakan aplikasi Microsoft
Power Point yang sangat menarik dengan menggunakan perpaduan efek audio dan
visual. Hal ini membuat siswa menjadi tertarik dan mempermudah mereka dalam
memahami materi yang disampaikan. Guru pun tidak perlu repot dalam menyampaikan
materi tersebut. Proses pembelajaran seperti ini akhirnya terus diterapkan oleh
guru bersangkutan dalam setiap pertemuan.
Setelah beberapa kali pertemuan, maka didapati
perubahan suasana dalam kelas tersebut. Siswa yang awalnya tertarik dan fokus
dalam setiap kegiatan pembelajaran, mulai ada yang gelisah dan mengantuk karena
guru hanya menyampaikan materi persis dengan yang tampak pada slide dengan suara yang makin lama makin
tenggelam dan tetap terpaku di depan laptopnya. Ditambah lagi, siswa yang duduk
di barisan paling belakang tidak dapat melihat slide dengan jelas (sebuah fakta bahwa jumlah siswa dalam setiap
kelas di sekolah – sekolah yang ada di Indonesia rata-rata 30 orang) dan mulai
membuat keributan. Tidak sampai di situ, ketika siswa diberikan tugas atau
pekerjaan rumah, mereka mengalami kesulitan dalam mengerjakannya karena
penjelasannya hanya bersumber dari apa yang disampaikan guru melalui slide-nya. Apalagi ketika diberikan soal
– soal pengembangan yang memerlukan analisis lebih lanjut, mereka tidak bisa
mengerjakannya sama sekali. Hingga pada akhirnya, penyampaian guru menggunakan
aplikasi Microsoft Power Point hanyalah
sebagai hiburan semata yang mulai membosankan bagi siswa. Inilah fenomena
pendidikan yang terjadi pada kegiatan belajar mengajar di Indonesia pada
umumnya, dan di Samarinda pada khususnya. Hal
ini tidak hanya berlaku pada tingkatan SD, SMP, atau SMA/sederajat saja, tetapi juga di perguruan
tinggi. Bagaimana menurut Anda terhadap kasus seperti ini?
Salah
satu tantangan pendidikan dewasa ini adalah membangun keterampilan abad 21, di antaranya adalah
keterampilan teknologi informasi dan komunikasi, keterampilan berpikir kritis
dan sistemik, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan berkomunikasi
efektif dan keterampilan berkolaborasi. Keterampilan tersebut itulah yang
menurut PBB merupakan ciri dari masyarakat era global saat ini, yaitu
masyarakat berpengetahuan (knowledge-based society).
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK), memiliki potensi yang besar sebagai
sarana atau alat membangun keterampilan tersebut dalam proses pembelajaran.
Oleh karena itu, dalam pendidikan abad
21, guru dituntut untuk mampu mengintegrasikan TIK dalam
proses pembelajaran. Artinya, guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan
dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang mengintegrasikan TIK
di dalamnya.
Maka berbondong-bondonglah para guru berpindah dari pembelajaran tutur kapur (talk chalk) ke pembelajaran berintegrasi
pada TIK, dalam hal ini yang menjadi pilihan sebagian besar guru adalah
pembelajaran menggunakan aplikasi Microsoft
Power Point. Microsoft Power Point
sendiri adalah sebuah program komputer untuk presentasi yang dikembangkan oleh Microsoft Corp. yang mampu memadukan
teks, gambar, suara, grafik dan tabel, sehingga presentasi menjadi lebih
informatif dan menarik. Namun, seefektif apakah penggunaan aplikasi Microsoft Power Point ini dalam proses
pembelajaran?
Di
sisi lain, menurut Undang –
Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 39
menerangkan bahwa: Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan, sert amelakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, terutama pendidik pada perguruan tinggi. Selanjutnya, pada
pasal 40 menerangkan bahwa: Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban
menciptakan suasana pendidikan bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan
dialogis. Maka berdasarkan kasus di atas, sudahkah pendidik (guru) menciptakan
suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis?
Kondisi menyenangkan mungkin dapat guru munculkan di awal pembelajaran, karena
antusias siswa masih tinggi. Namun, seiring waktu siswa mulai bosan. Dan adanya
anggapan bahwa metode pembelajaran ini hanya sebagai hiburan belaka membuat
kegiatan pembelajaran menjadi kurang bermakna, tidak dinamis, apalagi menciptakan
suasana yang dialogis.
Hilgard
dan Bower (Fudyartanto, 2002) menjelaskan
bahwa belajar (to learn) memiliki arti: to
gain knowledge, comprehension, or mastery of through experience or study; to
fix in the mind or memory; to acquire through experience; to become in forme of
to find out. Belajar adalah memperoleh pengetahuan atau menguasai
pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman dan mendapatkan
informasi atau menemukan. Adapun prinsip-prinsip
belajar, Dimyati dan Mudjiono (2002) meliputi: perhatian dan
motivasi; keaktifan; keterlibatan langsung; pengulangan; tantangan; balikan dan
penguatan; dan perbedaan individual. Maka belajar bukan hanya sekedar menerima
ilmu secara pasif namun mencarinya secara aktif melalui sebuah pengalaman. Dan berimplikasi
pada guru untuk mampu menggunakan metode secara bervariasi, menggunakan teknik
yang disukai siswa, mengadakan tanya jawab, adanya demonstrasi/peragaan, dan
bereksperimen. Tidak hanya sekedar menyampaikan materi dengan tuntas dan
memberikan tugas begitu saja.
Mengajar menggunakan aplikasi Microsoft
Power Point cenderung membuat ilmu hanya bersumber pada guru semata dan
hanya condong pada aspek kognitif semata. Sedangkan dewasa ini, peserta didik
dibimbing untuk mampu mengonstruksikan ilmunya sendiri dengan guru sebagai
fasilitator saja (teori konstruktivisme). Dan tidak hanya condong pada aspek
kognitif saja, tapi juga dari aspek afektif dan psikomotorik, mengingat bahwa
manusia pada dasarnya memiliki ketiga
potensi tersebut (teori humanisme).
Sebuah fakta mengejutkan, beberapa penelitian pakar komunikasi
pendidikan San Francisco University, Amerika Serikat, menemukan bahwa mengajar
dengan menggunakan Powerpoint di ruang kuliah akan mereduksi sekurang-kurangnya
50 persen dari materi kuliah yang bahannya diunduh dari satu buku ajar atau
text book yang dipakai dosen sebagai rujukan. Karena biasanya dosen
bersangkutan hanya mengambil poin-poinnya. Hal yang lebih berbahaya, dosen
mengajar seperti mesin mekanis karena bertahun-tahun menggunakan Powerpoint
tersebut tanpa pernah diperbarui. Cara mengajar yang terlalu cepat dan tanpa
memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berdiskusi dengan sang dosen ataupun
sesama mahasiswa dapat menyempurnakan proses reduksi tersebut. Bahkan, menurut
penelitian, persentase nilai reduksinya dapat meningkat menjadi 60 persen dari isi buku.
Memang
benar bahwa mengajar menggunakan aplikasi Microsoft
Power Point memudahkan siswa dalam memahami materi yang disampaikan dan
juga menarik perhatian. Namun yang perlu diperhatikan juga adalah:
- Tidak berlaku untuk semua materi dan mata pelajaran
- Penelitian membuktikan bahwa menonton sebuah animasi secara intens akan mengurangi konsentrasi subjek dan cenderung membatasi imajinasi.
- Guru menjadi malas, tidak komunikatif dan tidak terampil dalam memeragakan suatu materi yang bersifat eksperimental
- Mengurangi kreatifitas siswa sebagai akibat dari imajinasi yang dibatasi.
Jadi,
pembelajaran menggunakan aplikasi Microsoft
Power Point akan menjadi tidak efektif ketika tidak memenuhi dari hakikat
dan prinsip-prinsip belajar yang ada. Berbeda halnya dengan pendidik yang
menggunakan Microsoft Power Point
dengan cara yang bijak dan metodis. Selain menyiapkan silabus dan satuan acara pembelajaran
dan menyiapkan handout untuk setiap
tatap muka, pendidik juga mengharuskan peserta didik membawa buku yang sama
dengan buku pendidik yang materinya dijadikan bahan ajar. Tentu saja yang lebih
penting adalah pendidik harus kreatif menggarap contoh-contoh ataupun isu
terkini yang bersangkutan dengan materi. Selain itu, tanya jawab dan diskusi juga
perlu dihidupkan sehingga proses belajar
mengajar menjadi berkualitas, bermakna, dinamis, dialogis dan tidak
membosankan. Wallahu a’lam bishshowwab.
Jogjakarta,
25 November 2015
From
(Kampung) Dero to Hero
0 komentar:
Posting Komentar