Rabu, 25 November 2015

Teacher.ppt

0

Kasus: Pada pertemuan pertama dalam kegiatan pembelajaran, seorang guru menyampaikan materi menggunakan aplikasi Microsoft Power Point yang sangat menarik dengan menggunakan perpaduan efek audio dan visual. Hal ini membuat siswa menjadi tertarik dan mempermudah mereka dalam memahami materi yang disampaikan. Guru pun tidak perlu repot dalam menyampaikan materi tersebut. Proses pembelajaran seperti ini akhirnya terus diterapkan oleh guru bersangkutan dalam setiap pertemuan.

 Setelah beberapa kali pertemuan, maka didapati perubahan suasana dalam kelas tersebut. Siswa yang awalnya tertarik dan fokus dalam setiap kegiatan pembelajaran, mulai ada yang gelisah dan mengantuk karena guru hanya menyampaikan materi persis dengan yang tampak pada slide dengan suara yang makin lama makin tenggelam dan tetap terpaku di depan laptopnya. Ditambah lagi, siswa yang duduk di barisan paling belakang tidak dapat melihat slide dengan jelas (sebuah fakta bahwa jumlah siswa dalam setiap kelas di sekolah – sekolah yang ada di Indonesia rata-rata 30 orang) dan mulai membuat keributan. Tidak sampai di situ, ketika siswa diberikan tugas atau pekerjaan rumah, mereka mengalami kesulitan dalam mengerjakannya karena penjelasannya hanya bersumber dari apa yang disampaikan guru melalui slide-nya. Apalagi ketika diberikan soal – soal pengembangan yang memerlukan analisis lebih lanjut, mereka tidak bisa mengerjakannya sama sekali. Hingga pada akhirnya, penyampaian guru menggunakan aplikasi Microsoft Power Point hanyalah sebagai hiburan semata yang mulai membosankan bagi siswa. Inilah fenomena pendidikan yang terjadi pada kegiatan belajar mengajar di Indonesia pada umumnya, dan di Samarinda pada khususnya. Hal ini tidak hanya berlaku pada tingkatan SD, SMP, atau SMA/sederajat saja, tetapi juga di perguruan tinggi. Bagaimana menurut Anda terhadap kasus seperti ini?

Salah satu tantangan pendidikan dewasa ini adalah membangun keterampilan abad 21, di antaranya adalah keterampilan teknologi informasi dan komunikasi, keterampilan berpikir kritis dan sistemik, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan berkomunikasi efektif dan keterampilan berkolaborasi. Keterampilan tersebut itulah yang menurut PBB merupakan ciri dari masyarakat era global saat ini, yaitu masyarakat berpengetahuan (knowledge-based society). Teknologi informasi dan komunikasi (TIK), memiliki potensi yang besar sebagai sarana atau alat membangun keterampilan tersebut dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam pendidikan abad 21, guru dituntut untuk mampu mengintegrasikan TIK dalam proses pembelajaran. Artinya, guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang mengintegrasikan TIK di dalamnya. Maka berbondong-bondonglah para guru berpindah dari pembelajaran tutur kapur (talk chalk) ke pembelajaran berintegrasi pada TIK, dalam hal ini yang menjadi pilihan sebagian besar guru adalah pembelajaran menggunakan aplikasi Microsoft Power Point. Microsoft Power Point sendiri adalah sebuah program komputer untuk presentasi yang dikembangkan oleh Microsoft Corp. yang mampu memadukan teks, gambar, suara, grafik dan tabel, sehingga presentasi menjadi lebih informatif dan menarik. Namun, seefektif apakah penggunaan aplikasi Microsoft Power Point ini dalam proses pembelajaran?
Di sisi lain, menurut Undang – Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 39 menerangkan bahwa: Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, sert amelakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama pendidik pada perguruan tinggi. Selanjutnya, pada pasal 40 menerangkan bahwa: Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. Maka berdasarkan kasus di atas, sudahkah pendidik (guru) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis? Kondisi menyenangkan mungkin dapat guru munculkan di awal pembelajaran, karena antusias siswa masih tinggi. Namun, seiring waktu siswa mulai bosan. Dan adanya anggapan bahwa metode pembelajaran ini hanya sebagai hiburan belaka membuat kegiatan pembelajaran menjadi kurang bermakna, tidak dinamis, apalagi menciptakan suasana yang dialogis.
Hilgard dan Bower (Fudyartanto, 2002) menjelaskan bahwa belajar (to learn) memiliki arti: to gain knowledge, comprehension, or mastery of through experience or study; to fix in the mind or memory; to acquire through experience; to become in forme of to find out. Belajar adalah memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman dan mendapatkan informasi atau menemukan. Adapun prinsip-prinsip belajar, Dimyati dan Mudjiono (2002) meliputi: perhatian dan motivasi; keaktifan; keterlibatan langsung; pengulangan; tantangan; balikan dan penguatan; dan perbedaan individual. Maka belajar bukan hanya sekedar menerima ilmu secara pasif namun mencarinya secara aktif melalui sebuah pengalaman. Dan berimplikasi pada guru untuk mampu menggunakan metode secara bervariasi, menggunakan teknik yang disukai siswa, mengadakan tanya jawab, adanya demonstrasi/peragaan, dan bereksperimen. Tidak hanya sekedar menyampaikan materi dengan tuntas dan memberikan tugas begitu saja.
Mengajar menggunakan aplikasi Microsoft Power Point cenderung membuat ilmu hanya bersumber pada guru semata dan hanya condong pada aspek kognitif semata. Sedangkan dewasa ini, peserta didik dibimbing untuk mampu mengonstruksikan ilmunya sendiri dengan guru sebagai fasilitator saja (teori konstruktivisme). Dan tidak hanya condong pada aspek kognitif saja, tapi juga dari aspek afektif dan psikomotorik, mengingat bahwa manusia pada dasarnya memiliki ketiga potensi tersebut (teori humanisme).
Sebuah fakta mengejutkan, beberapa penelitian pakar komunikasi pendidikan San Francisco University, Amerika Serikat, menemukan bahwa mengajar dengan menggunakan Powerpoint di ruang kuliah akan mereduksi sekurang-kurangnya 50 persen dari materi kuliah yang bahannya diunduh dari satu buku ajar atau text book yang dipakai dosen sebagai rujukan. Karena biasanya dosen bersangkutan hanya mengambil poin-poinnya. Hal yang lebih berbahaya, dosen mengajar seperti mesin mekanis karena bertahun-tahun menggunakan Powerpoint tersebut tanpa pernah diperbarui. Cara mengajar yang terlalu cepat dan tanpa memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berdiskusi dengan sang dosen ataupun sesama mahasiswa dapat menyempurnakan proses reduksi tersebut. Bahkan, menurut penelitian, persentase nilai reduksinya dapat meningkat menjadi 60 persen dari isi buku.
Memang benar bahwa mengajar menggunakan aplikasi Microsoft Power Point memudahkan siswa dalam memahami materi yang disampaikan dan juga menarik perhatian. Namun yang perlu diperhatikan juga adalah:

  1. Tidak berlaku untuk semua materi dan mata pelajaran
  2. Penelitian membuktikan bahwa menonton sebuah animasi secara intens akan mengurangi konsentrasi subjek dan cenderung membatasi imajinasi. 
  3. Guru menjadi malas, tidak komunikatif dan tidak terampil dalam memeragakan suatu materi yang bersifat eksperimental 
  4. Mengurangi kreatifitas siswa sebagai akibat dari imajinasi yang dibatasi.
Jadi, pembelajaran menggunakan aplikasi Microsoft Power Point akan menjadi tidak efektif ketika tidak memenuhi dari hakikat dan prinsip-prinsip belajar yang ada. Berbeda halnya dengan pendidik yang menggunakan Microsoft Power Point dengan cara yang bijak dan metodis. Selain menyiapkan silabus dan satuan acara pembelajaran dan menyiapkan handout untuk setiap tatap muka, pendidik juga mengharuskan peserta didik membawa buku yang sama dengan buku pendidik yang materinya dijadikan bahan ajar. Tentu saja yang lebih penting adalah pendidik harus kreatif menggarap contoh-contoh ataupun isu terkini yang bersangkutan dengan materi. Selain itu, tanya jawab dan diskusi juga perlu dihidupkan sehingga proses belajar mengajar menjadi berkualitas, bermakna, dinamis, dialogis dan tidak membosankan. Wallahu a’lam bishshowwab.

Jogjakarta, 25 November 2015
From (Kampung) Dero to Hero

0 komentar:

Posting Komentar

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html