Kamis, 19 November 2015

MENGGAPAI IKAN CERDIK YANG BERENANG DALAM ARUS POWERNOW*

0


*Refleksi Perkuliahan Kedelapan
Rabu, 4 November 2015
Dosen: Prof. Dr. Marsigit, MA

Berfilsafat adalah berpikir secara kritis untuk membangun dunia secara utuh dan lengkap. Sehingga luasnya dunia manusia tidak lain seluas pikiran manusia itu sendiri. Ribuan tahun yang lalu para filsuf telah mengembangkan berbagai pemikirannya mengenai alam semesta, yakni meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Pemikiran para filsuf tersebut hingga hari ini pun masih memberikan pengaruhnya yang signifikan terhadap kehidupan manusia, tidak terkecuali di bidang pendidikan.
Salah satu pemikiran yang hingga hari ini memberikan pengaruh besar adalah gagasan Auguste Comte tentang positivisme. Gagasan Comte tentang struktur berpikir manusia secara bertingkat menempatkan spiritual sebagai posisi paling bawah sebagai representasi cara berpikir primitif, kemudian di atasnya berupa filsafat, positif (saintifik), ilmu dasar (meliputi Matematika murni), dan yang paling atas adalah absolutisme. Aliran ini menjadikan IPTEK sebagai patokan utama kemajuan suatu bangsa, sedangkan agama dianggap tidak mampu menjawab segala problematika kehidupan. Aliran inilah yang kemudian melahirkan suatu metode dalam membangun pengetahuan, yakni metode saintifik (metode ilmiah). Gagasan ini kemudian menjadi kiblat bagi semua pendidikan di dunia, dengan menjadikan ilmu dasar (IPTEK) sebagai tujuan utama. Fenomena ini sekaligus memarginalkan ilmu-ilmu sosial humaniora dalam pendidikan.
Dampaknya dapat kita rasakan dalam pendidikan Indonesia hari ini. Metode inti dari kurikulum 2013 tidak lain adalah metode ilmiah. Metode ilmiah yang menitikberatkan kepada objek kongkrit, ideal, dan absolut melahirkan pemikiran-pemikira kapitalis, hedonis, materialis, pragamatis dan liberalis. Di satu sisi, aliran positivisme pun telah membentuk struktur kehidupan yang menempatkan spiritualitas sebagai domain paling primitif, bahkan dibawah tradisional. Di mana puncak dari struktur kehidupan itu adalah powernow, sebagai representasi negara yang berkuasa dan memiliki kemampuan mengintervensi bangsa-bangsa lain.
Indonesia sebagai negara berkembang yang menjunjung nilai-nilai spiritualitas memiliki struktur berpikir yang berbeda dengan struktur berpikir yang ‘diajarkan’ oleh arus pemikiran internasional yang cenderung memarginalkan agama. Namun arus pemikiran tersebut terus menggerus ideologi Indonesia melalui kebijakan ekonomi, pendidikan, budaya, politik, pertahanan dan keamanan. Kondisi ini menjadi semakin parah dengan ketidakjelasan arah dan identitas Indonesia sebagai bangsa. Selain itu, masyarakat Indonesia pun telah lama termakan oleh arus pemikiran yang hedonis, materialis, pragmatis, kapitalis dan pragmatis sebagai dampak dari globalisasi.
Ketika memahami hidup secara makro kosmos, maka kita mendapati bahwa diri ini merupakan entitas kecil dari berbagai elemen yang menyusun sistem kehidupan. Sebuah sistem yang telah dirancang sedemikian rupa sehingga senantiasa menggapai keseimbangannya. Ketika dipersempit dalam lingkup internasional, maka kita mendapati bahwa diri kita pun bagian kecil dari berbagai arus kebijakan dan pemikiran internasional. Di mana negara adidaya yang memiliki superioritas dengan leluasa melakukan intervensi dan hegemoni terhadap negara yang inferior. Kondisi ini ibarat seekor ikan yang sedang berenang dalam arus yang begitu deras dan terkontaminasi bahan kimia.
Maka ditengah ketidakberdayaan manusia dalam menghadapi hegemoni pemikiran tersebut, kita yang memiliki pemahaman dan wawasan mengenai sejarah dan dampak dari fenomena powernow mesti mengambil sikap. Hendaknya kita menjadi ikan yang cerdik dalam berenang mengarungi arus powernow yang begitu deras. Sebaik mungkin kita menghindari dari segala arus negatif yang ditimbulkan oleh powernow, meskipun kita tidak dapat menafikan keberadaannya yang begitu mendominasi dunia. Sebagaimana pepatah jawa yang mengatakan, “ngono yo ngono neng ojo ngono’. Namun untuk mencegah dan mengobati dampak dari arus powernow tersebut, perlu dilakukan perbaikan kurikulum pendidikan. Kita perlu sebuah konten pendidikan yang mampu mengembalikan ideologi dan identitas bangsa Indonesia yang berdaulat dan berdikari. Selain itu, pemerintah dituntut untuk berani bersikap mandiri, tidak bergantung kepada asing.

Jogjakarta, 19 November 2015
From (Kampung) Dero to Hero

0 komentar:

Posting Komentar

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html