Pendidikan
karakter anak merupakan hal yang penting di masa yang begitu dinamis saat ini.
Pendidikan karakter adalah sebuah upaya penyelamatan moral bangsa yang kini
mengalami dekadensi dan penyimpangan. Di mana perilaku korupsi mulai
menjangkiti setiap lini birokrasi, kenakalan remaja semakin beragam,
kriminalitas tak kenal sanak saudara, semuanya memuncak seiring dengan
ditinggalkannya nilai kejujuran dan memudarnya rasa malu dalam kehidupan
sosial. Problematika tersebut tidak dapat diselesaikan dengan tuntas kecuali
dengan memperbaiki dan menjaga karakter anak sebagai generasi muda. Namun upaya
pembentukan karakter tersebut tidak dapat berjalan secara optimal tanpa peran
serta orangtua sebagai lingkungan pertama dan utama dalam proses tersebut.
Namun,
fenomena rumahtangga yang terjadi saat ini justru menyimpang dari pola
pendidikan yang ideal. Masyarakat saat ini seakan-akan menyerahkan segala
urusan anak kepada ibu. Sedangkan ayah lebih banyak menghabiskan waktunya di
luar rumah untuk memperoleh nafkah bagi keluarga. Kondisi ini menjadi kian
rumit dengan realita bahwa dunia kerja menuntut lebih banyak waktu untuk
bekerja. Sehingga semakin terbatas waktu yang dimiliki ayah untuk berinteraksi
dengan anaknya. Hal ini menyebabkan peran ayah dalam mendidik anak menjadi
minim atau bahkan tidak ada sama sekali.
Padahal, sosok ayah memiliki
peran yang vital dalam membentuk karakter anak. Di mana peran tersebut tidak
dapat digantikan oleh sosok seorang ibu sekalipun. Allah SWT telah menegaskan
pentingnya peran ayah dalam mendidik anak melalui beberapa contoh interaksi
antara ayah dan anak yang diabadikan dalam Al Qur`an. Salah satunya terdapat
pada surah Luqman ayat 13,
“Dan ingatlah ketika Luqman berkata
kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepada anaknya, ‘Hai anakku,
janganlah kamu menyekutukan Allah. Sesungguhnya menyekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar’”
M. Yusuf Efendi (2011: 2)
menjelaskan bahwa sebenarnya nasihat Luqman hanyalah nasihat seorang ayah
kepada anaknya sendiri. Tetapi Allah abadikan nasihat itu dalam Al Qur’an agar
setiap umat dapat belajar dari apa yag dilakukan oleh Luqman. Sebab, peran ayah
sangat penting dalam membentuk karakter anak sebagai bekal kehidupannya.
Pada ayat 13-19 dari surah
Luqman, peran ayah dalam mendidik anak dikelompokkan menjadi tiga bentuk
pendidikan sebagai berikut.
1. Pendidikan
Aqidah
Ayat
13-16 dari surah Luqman menceritakan tentang pengajaran Luqman terhadap anaknya
untuk tidak menyekutukan Allah, berbakti kepada orangtua, dan menanamkan
keyakinan akan adanya balasan atas segala perbuatan di dunia. Hal ini
menunjukkan bahwa pembentukan pondasi aqidah yang benar merupakan tugas seorang
ayah yang pertama dan utama terhadap anaknya. Bahkan pendidikan aqidah ini
harus dilakukan secara berkesinambungan hingga penghujung hidup seorang ayah. Cara
menanamkan nilai-nilai aqidah kepada anak berupa menyibukkan mereka dengan
membaca Al Qur’an dan hadits serta beraktivitas ibadah lainnya.
2. Pendidikan
Ibadah
Ayat 17 dari surah Luqman
menjelaskan tentang perintah Luqman kepada anaknya untuk beribadah kepada Allah
SWT, yaitu mendirikan shalat, menyuruh manusia melakukan kebaikan, mencegahnya
dari kemungkaran, dan bersabar terhadap musibah yang menimpa. Pendidikan ibadah
merupakan penyempurnaan dari pendidikan aqidah. Sebab kekokohan aqidah
tercermin dari kualitas dan kuantitas ibadahnya.
Masa anak-anak bukanlah
merupakan suatu masa pembebanan ibadah, melainkan masa persiapan, latihan dan
pembiasaan dalam rangka menyambut masa pembebanan kewajiban (taklif) ketika ia
baligh nanti. Sehingga ketika ketika tiba masa kewajiban beribadahnya, seorang
anak akan melaksanakannya dengan ringan dan mudah. Cara-cara yang dilakukan
oleh seorang ayah dalam mendidik anak untuk beribadah antara lain mengajarinya
shalat dengan peragaan shalat sunnah di rumah, mengajaknya pergi ke masjid, dan
mengajarinya berpuasa. Rasulullah SAW bersabda, “Perintahkan anakmu untuk
shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah ia ketika ia berusia 10 tahun"
3. Pendidikan
Akhlak
Ayat 18-19 dari surah Luqman
berisi tentang pengajaran Luqman kepada anaknya tentang bagaimana berakhlak
terhadap sesama. Di antaranya adalah larangan untuk berjalan dengan
menyombongkan diri (membusungkan dada) serta perintah untuk bersikap sederhana
dalam berjalan dan berbicara. Imam al Ghazali dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin
(2012: 54) menjelaskan bahwa perilaku anak dapat diluruskan ketika dia masih
berusia muda (sejak dini). Kemudaan usia dan kekaguman anak terhadap ayah
merupakan sarana yang tepat untuk mengarahkan dan mendidik karakter anak. Hal
ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW, “Muliakanlah anakmu dan
perbaikilah adab mereka”
Muhammad Ibnu Abdul Hafidh
(2013: 261) menjelaskan bahwa ada lima prinsip utama dalam pendidikan akhlak
seorang anak, yaitu penanaman nilai adab, perilaku jujur, menjaga rahasia,
amanah serta bersihnya hati dari iri dan dengki.
Proses pembentukan karakter
anak sejatinya tidak hanya bertumpu pada strategi dan metode pendidikan. Tetapi
juga dipengaruhi oleh sejauh mana internalisasi nilai-nilai karakter tersebut
dalam diri seorang ayah serta pelibatan emosi ayah dalam proses mendidik anak.
Oleh karena itu seorang ayah harus menjadi pribadi yang sukses secara pribadi
maupun dihadapan anak. Berikut beberapa aspek yang menjadikan ayah sebagai
pendidik bagi anak-anaknya.
1. Keteladanan
Setiap
ayah harus menyadari bahwa keteladanan sangat berpengaruh dalam pendidikan
anak, karena anak belajar dengan cara meniru. Oleh karena itu, Adil Fathi
(2003: 33-34) menjelaskan bahwa seorang ayah harus menjadi teladan dalam
beberapa aspek berikut, yaitu teladan dalam hal ibadah, teladan dalam berakhlak
dan memilih teman, serta teladan dalam hal muamalah.
2. Kasih Sayang
Para ahli pendidikan sepakat
bahwa cinta kasih, kelembutan dan kehangatan merupakan dasar yang penting dalam
mendidik anak. Setiap ayah dapat mencontoh Rasulullah SAW dalam memberikan
kasih sayang dalam proses pendidikan cucu-cucunya. Diriwayatkan oleh al
Haitsami dalam Majma`uz Zawa’id dari Abu Laila bahwa ia berkata, “Aku sedang
berada di dekat Rasulullah SAW. Pada waktu itu aku melihat Hasan dan Husein
dibopong beliau. Salah satu di antara kedua anak itu buang air kecil di dada
dan perut beliau. Lalu aku mendekati beliau. Kemudian Rasulullah SAW bersabda,
“Biarkan kedua anakku, jangan kau ganggu sampai mereka selesai melepaskan
hajatnya.” Setelah itu kemudian Rasulullah SAW membawakan air.”
3. Inspirator dan Motivator
Ayah adalah inspirator dan
motivator yang dibutuhkan oleh anak-anaknya. Seorang anak terkadang merasakan
semangat yang menyala-nyala dan penuh gairah. Namun di satu saat ia akan
mengalami masa-masa sulit, merasa tidak berdaya dan putus asa. Kondisi seperti
ini perlu sosok seorang ayah untuk mengembalikan semangatnya. Kehadiran sosok
ayah yang bijak dan memiliki banyak pengalaman hidup diharapkan mampu jadi
panutan anak dalam menjalani hidupnya. M. Yusuf Efendi (2008: 9) menjelaskan
bahwa dalam memotivasi anak dapat dilakukan dengan menyampaikan cerita-cerita
orang yang sukses. Kisah-kisah keteguhan dan keuletan para rasul, nabi, dan
sahabat perlu ditanamkan sebagai sumber kekuatan bagi si anak.
4. Meluang waktu bersama
Seorang ayah umumnya lebih
banyak menghabiskan waktu mereka di luar untuk bekerja memperoleh nafkah.
Sehingga minimnya intensitas waktu untuk anak-anak pun harus dicermati secara
cerdas. Annisah Zakiyah (2013: 18-19) menjelaskan bahwa sesibuk apapun
pekerjaan seorang ayah, ia harus memiliki waktu luang untuk anaknya. Waktu
luang itu digunakan untuk mendengarkan ceritanya hari itu, mengantarkannya
tidur, menanyakan kebutuhannya, hingga bermain bersamanya.
5. Intelektualitas
Dalam mendidik anak, seorang
ayah harus membekali dirinya dengan intelektualitas yang memadai. Adil Fathi
(2003: 101-102) menjelaskan bahwa ada beberapa aspek intelektualitas yang perlu
dipenuhi oleh seorang ayah, yaitu, intelektualitas agama, pengetahuan
kontemporer, kemampuan bahasa, kemampuan pedagogik, dan perkembangan psikologi
anak.
Demikianlah, seorang ayah
memiliki kedudukan yang penting dan mulia dalam sebuah keluarga. Selain
bertanggungjawab terhadap kesejahteraan sandang, pangan dan papan keluarga,
seorang ayah juga berperan dalam pendidikan anak-anaknya yang merupakan aset
bangsa. Dalam Al Qur`an, peran ayah dalam mendidik anak meliputi pendidikan
aqidah, ibadah, dan akhlak. Ketiga peran itu dapat berjalan secara optimal jika
seorang ayah mampu menjadi teladan bagi anaknya, mendidik dengan kasih sayang,
menjadi inspirator dan motivator bagi anak, menyediakan waktu luang untuk
bersama dengan anak, dan memiliki intelektualitas yang mapan. Diharapkan
revitalisasi peran ayah dalam proses pendidikan anak di lingkup keluarga memberikan
dampak positif terhadap pembentukan karakter anak, yakni akhlak Islamiyah.
Wallahu a’lam bishshawwab.
Calon ayah,
Jogjakarta, 12 November 2015
From (Kampung) Dero to Hero
*Tulisan merupakan ringkasan dari salah satu 6 naskah terbaik dalam MMQ tingkat provinsi Kaltim 2015
0 komentar:
Posting Komentar