Kamis, 12 November 2015

REVITALISASI PERAN AYAH DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK*

0


            Pendidikan karakter anak merupakan hal yang penting di masa yang begitu dinamis saat ini. Pendidikan karakter adalah sebuah upaya penyelamatan moral bangsa yang kini mengalami dekadensi dan penyimpangan. Di mana perilaku korupsi mulai menjangkiti setiap lini birokrasi, kenakalan remaja semakin beragam, kriminalitas tak kenal sanak saudara, semuanya memuncak seiring dengan ditinggalkannya nilai kejujuran dan memudarnya rasa malu dalam kehidupan sosial. Problematika tersebut tidak dapat diselesaikan dengan tuntas kecuali dengan memperbaiki dan menjaga karakter anak sebagai generasi muda. Namun upaya pembentukan karakter tersebut tidak dapat berjalan secara optimal tanpa peran serta orangtua sebagai lingkungan pertama dan utama dalam proses tersebut.


            Namun, fenomena rumahtangga yang terjadi saat ini justru menyimpang dari pola pendidikan yang ideal. Masyarakat saat ini seakan-akan menyerahkan segala urusan anak kepada ibu. Sedangkan ayah lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah untuk memperoleh nafkah bagi keluarga. Kondisi ini menjadi kian rumit dengan realita bahwa dunia kerja menuntut lebih banyak waktu untuk bekerja. Sehingga semakin terbatas waktu yang dimiliki ayah untuk berinteraksi dengan anaknya. Hal ini menyebabkan peran ayah dalam mendidik anak menjadi minim atau bahkan tidak ada sama sekali.

Padahal, sosok ayah memiliki peran yang vital dalam membentuk karakter anak. Di mana peran tersebut tidak dapat digantikan oleh sosok seorang ibu sekalipun. Allah SWT telah menegaskan pentingnya peran ayah dalam mendidik anak melalui beberapa contoh interaksi antara ayah dan anak yang diabadikan dalam Al Qur`an. Salah satunya terdapat pada surah Luqman ayat 13,



“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepada anaknya, ‘Hai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah. Sesungguhnya menyekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar’”



M. Yusuf Efendi (2011: 2) menjelaskan bahwa sebenarnya nasihat Luqman hanyalah nasihat seorang ayah kepada anaknya sendiri. Tetapi Allah abadikan nasihat itu dalam Al Qur’an agar setiap umat dapat belajar dari apa yag dilakukan oleh Luqman. Sebab, peran ayah sangat penting dalam membentuk karakter anak sebagai bekal kehidupannya.

Pada ayat 13-19 dari surah Luqman, peran ayah dalam mendidik anak dikelompokkan menjadi tiga bentuk pendidikan sebagai berikut.

1.  Pendidikan Aqidah

Ayat 13-16 dari surah Luqman menceritakan tentang pengajaran Luqman terhadap anaknya untuk tidak menyekutukan Allah, berbakti kepada orangtua, dan menanamkan keyakinan akan adanya balasan atas segala perbuatan di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan pondasi aqidah yang benar merupakan tugas seorang ayah yang pertama dan utama terhadap anaknya. Bahkan pendidikan aqidah ini harus dilakukan secara berkesinambungan hingga penghujung hidup seorang ayah. Cara menanamkan nilai-nilai aqidah kepada anak berupa menyibukkan mereka dengan membaca Al Qur’an dan hadits serta beraktivitas ibadah lainnya.

2.  Pendidikan Ibadah

Ayat 17 dari surah Luqman menjelaskan tentang perintah Luqman kepada anaknya untuk beribadah kepada Allah SWT, yaitu mendirikan shalat, menyuruh manusia melakukan kebaikan, mencegahnya dari kemungkaran, dan bersabar terhadap musibah yang menimpa. Pendidikan ibadah merupakan penyempurnaan dari pendidikan aqidah. Sebab kekokohan aqidah tercermin dari kualitas dan kuantitas ibadahnya.

Masa anak-anak bukanlah merupakan suatu masa pembebanan ibadah, melainkan masa persiapan, latihan dan pembiasaan dalam rangka menyambut masa pembebanan kewajiban (taklif) ketika ia baligh nanti. Sehingga ketika ketika tiba masa kewajiban beribadahnya, seorang anak akan melaksanakannya dengan ringan dan mudah. Cara-cara yang dilakukan oleh seorang ayah dalam mendidik anak untuk beribadah antara lain mengajarinya shalat dengan peragaan shalat sunnah di rumah, mengajaknya pergi ke masjid, dan mengajarinya berpuasa. Rasulullah SAW bersabda, “Perintahkan anakmu untuk shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah ia ketika ia berusia 10 tahun"

3.  Pendidikan Akhlak

Ayat 18-19 dari surah Luqman berisi tentang pengajaran Luqman kepada anaknya tentang bagaimana berakhlak terhadap sesama. Di antaranya adalah larangan untuk berjalan dengan menyombongkan diri (membusungkan dada) serta perintah untuk bersikap sederhana dalam berjalan dan berbicara. Imam al Ghazali dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin (2012: 54) menjelaskan bahwa perilaku anak dapat diluruskan ketika dia masih berusia muda (sejak dini). Kemudaan usia dan kekaguman anak terhadap ayah merupakan sarana yang tepat untuk mengarahkan dan mendidik karakter anak. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW, “Muliakanlah anakmu dan perbaikilah adab mereka”

Muhammad Ibnu Abdul Hafidh (2013: 261) menjelaskan bahwa ada lima prinsip utama dalam pendidikan akhlak seorang anak, yaitu penanaman nilai adab, perilaku jujur, menjaga rahasia, amanah serta bersihnya hati dari iri dan dengki.



Proses pembentukan karakter anak sejatinya tidak hanya bertumpu pada strategi dan metode pendidikan. Tetapi juga dipengaruhi oleh sejauh mana internalisasi nilai-nilai karakter tersebut dalam diri seorang ayah serta pelibatan emosi ayah dalam proses mendidik anak. Oleh karena itu seorang ayah harus menjadi pribadi yang sukses secara pribadi maupun dihadapan anak. Berikut beberapa aspek yang menjadikan ayah sebagai pendidik bagi anak-anaknya.
1. Keteladanan
Setiap ayah harus menyadari bahwa keteladanan sangat berpengaruh dalam pendidikan anak, karena anak belajar dengan cara meniru. Oleh karena itu, Adil Fathi (2003: 33-34) menjelaskan bahwa seorang ayah harus menjadi teladan dalam beberapa aspek berikut, yaitu teladan dalam hal ibadah, teladan dalam berakhlak dan memilih teman, serta teladan dalam hal muamalah.
2. Kasih Sayang 

Para ahli pendidikan sepakat bahwa cinta kasih, kelembutan dan kehangatan merupakan dasar yang penting dalam mendidik anak. Setiap ayah dapat mencontoh Rasulullah SAW dalam memberikan kasih sayang dalam proses pendidikan cucu-cucunya. Diriwayatkan oleh al Haitsami dalam Majma`uz Zawa’id dari Abu Laila bahwa ia berkata, “Aku sedang berada di dekat Rasulullah SAW. Pada waktu itu aku melihat Hasan dan Husein dibopong beliau. Salah satu di antara kedua anak itu buang air kecil di dada dan perut beliau. Lalu aku mendekati beliau. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Biarkan kedua anakku, jangan kau ganggu sampai mereka selesai melepaskan hajatnya.” Setelah itu kemudian Rasulullah SAW membawakan air.”
3. Inspirator dan Motivator
Ayah adalah inspirator dan motivator yang dibutuhkan oleh anak-anaknya. Seorang anak terkadang merasakan semangat yang menyala-nyala dan penuh gairah. Namun di satu saat ia akan mengalami masa-masa sulit, merasa tidak berdaya dan putus asa. Kondisi seperti ini perlu sosok seorang ayah untuk mengembalikan semangatnya. Kehadiran sosok ayah yang bijak dan memiliki banyak pengalaman hidup diharapkan mampu jadi panutan anak dalam menjalani hidupnya. M. Yusuf Efendi (2008: 9) menjelaskan bahwa dalam memotivasi anak dapat dilakukan dengan menyampaikan cerita-cerita orang yang sukses. Kisah-kisah keteguhan dan keuletan para rasul, nabi, dan sahabat perlu ditanamkan sebagai sumber kekuatan bagi si anak.
4. Meluang waktu bersama
Seorang ayah umumnya lebih banyak menghabiskan waktu mereka di luar untuk bekerja memperoleh nafkah. Sehingga minimnya intensitas waktu untuk anak-anak pun harus dicermati secara cerdas. Annisah Zakiyah (2013: 18-19) menjelaskan bahwa sesibuk apapun pekerjaan seorang ayah, ia harus memiliki waktu luang untuk anaknya. Waktu luang itu digunakan untuk mendengarkan ceritanya hari itu, mengantarkannya tidur, menanyakan kebutuhannya, hingga bermain bersamanya.
5. Intelektualitas 
          Dalam mendidik anak, seorang ayah harus membekali dirinya dengan intelektualitas yang memadai. Adil Fathi (2003: 101-102) menjelaskan bahwa ada beberapa aspek intelektualitas yang perlu dipenuhi oleh seorang ayah, yaitu, intelektualitas agama, pengetahuan kontemporer, kemampuan bahasa, kemampuan pedagogik, dan perkembangan psikologi anak.
Demikianlah, seorang ayah memiliki kedudukan yang penting dan mulia dalam sebuah keluarga. Selain bertanggungjawab terhadap kesejahteraan sandang, pangan dan papan keluarga, seorang ayah juga berperan dalam pendidikan anak-anaknya yang merupakan aset bangsa. Dalam Al Qur`an, peran ayah dalam mendidik anak meliputi pendidikan aqidah, ibadah, dan akhlak. Ketiga peran itu dapat berjalan secara optimal jika seorang ayah mampu menjadi teladan bagi anaknya, mendidik dengan kasih sayang, menjadi inspirator dan motivator bagi anak, menyediakan waktu luang untuk bersama dengan anak, dan memiliki intelektualitas yang mapan. Diharapkan revitalisasi peran ayah dalam proses pendidikan anak di lingkup keluarga memberikan dampak positif terhadap pembentukan karakter anak, yakni akhlak Islamiyah.

Wallahu a’lam bishshawwab.

Calon ayah,
Jogjakarta, 12 November 2015
From (Kampung) Dero to Hero 

*Tulisan merupakan ringkasan dari salah satu 6 naskah terbaik dalam MMQ tingkat provinsi Kaltim 2015

0 komentar:

Posting Komentar

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html