Sebuah Refleksi Kuliah Perdana Filsafat Ilmu
Rabu, 9 September 2015 pkl 07.30-09.10
Ruang PPG I
Dosen: Prof. Dr. Marsigit, MA
Sebelum Islam hadir di Jazirah Arab, bangsa padang pasir itu berada dalam kondisi jahiliyah. Gelap, begitu pekat akan kebodohan, jauh dari kebenaran, dan tak memiliki peradaban tapi menyimpan begitu banyak potensi. Begitu kontras dengan kerajaan Romawi dan Persia yang begitu gemerlap. Namun semua itu berubah 180 derajat ketika risalah terakhir diturunkan. Muhammad SAW ditunjuk sebagai penutup para nabi, membawa sebuah risalah yang final bagi seluruh umat manusia, yakni Islam. Sejak saat itu, bangsa Arab perlahan bangkit dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya peradaban yang terang benderang.
Rabu, 9 September 2015 pkl 07.30-09.10
Ruang PPG I
Dosen: Prof. Dr. Marsigit, MA
Sebelum Islam hadir di Jazirah Arab, bangsa padang pasir itu berada dalam kondisi jahiliyah. Gelap, begitu pekat akan kebodohan, jauh dari kebenaran, dan tak memiliki peradaban tapi menyimpan begitu banyak potensi. Begitu kontras dengan kerajaan Romawi dan Persia yang begitu gemerlap. Namun semua itu berubah 180 derajat ketika risalah terakhir diturunkan. Muhammad SAW ditunjuk sebagai penutup para nabi, membawa sebuah risalah yang final bagi seluruh umat manusia, yakni Islam. Sejak saat itu, bangsa Arab perlahan bangkit dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya peradaban yang terang benderang.
Ada
begitu banyak hikmah di setiap detak detik awal kehadiran Islam. Salah satu di antaranya
adalah ayat yang pertama kali turun kepada Muhammad SAW, “Bacalah dengan nama Tuhanmu
yang menciptakan” (QS. Al Alaq: 1). Betapa indah ungkapan ini bagi para insan
pendidikan. Bahwa ajaran Islam yang pertama bukanlah menganjurkan umatnya untuk
mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, tidak pula untuk beribadah
sekencang-kencangnya, apalagi bekerja sekeras-kerasnya. Namun, Islam menganjurkan
umatnya untuk menjadikan aktivitas membaca sebagai bagian dari kehidupannya. Membaca
sebagai sebuah aktivitas, tidaklah hanya sekedar membaca lembaran kertas yang
bergores tinta. Namun membaca yang diinginkan-Nya adalah membaca dalam spektrum
yang lebih luas. Membaca yang di dalamnya ada aktivitas mengkaji, menelaah,
meneliti, menerjemahkan, menganalisa dan memikirkan ciptaan-Nya, kondisi
sosial, fenomena alam, tanda-tanda, suasana dan lain sebagainya. Sehingga
dengan membaca setiap manusia mengenal Tuhannya, lalu mereka beramal dilandasi
oleh kepahaman yang utuh.
Seperti
itulah ketika kita berfilsafat. Ia merupakan proses dalam mendapatkan kebenaran
hakiki yang diperoleh dari aktivitas membaca dalam spektrum yang luas serta berkelanjutan.
Tanpa dikte, tanpa referensi yang baku tentang apa yang mesti mereka baca.
Kecuali satu, bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Karena tak jarang
berfilsafat justru membuat kita jauh menyimpang dari kebenaran, bahkan terjerumus
dalam lembah kesesatan karena terlupa memasang jangkar keimanan. Maka topanglah
diri kita dengan jangkar keimanan yang kokoh agar tidak hanyut dalam samudera
pemikiran dan ide. Berfilasafatlah dalam koridor keimanan, agar ketika kita
mulai menyimpang dan kehilangan arah, kita tahu ke mana harus kembali mengatur
langkah.
Berfilsafat
adalah menerjemahkan berbagai analogi kehidupan. Sebagaimana kisah umat-umat
terdahulu adalah sebaik-baik pelajaran bagi masa kini dan akan datang. Maka
setiap lintasan-lintasan peristiwa selalu terkandung banyak hikmah yang sayang
untuk dilewatkan. Sehingga dengan berfilsafat, semoga kita menjadi lebih bijak
dalam mengarungi kehidupan. Berfilsafat adalah membaca dengan niat mengharapkan
ridha-Nya berupa kebenaran yang hakiki. Karena sejatinya kebenaran adalah dari
Tuhan. Sedangkan, manusia bukanlah apa-apa melainkan berasal dari segumpal
darah. Maka berfilsafatnya seorang hamba membuat dirinya semakin dekat
dengan-Nya dan kagum dengan kemuliaan-Nya. Berfilsafat adalah membaca
menggunakan sarana-sarana yang telah
disediakan-Nya. Ialah qalam yang berupa akal, perasaan, intuisi, dan nurani
yang condong akan kebenaran. Sehingga dengan berfilsafat, seseorang yang tidak
tahu menjadi tahu, sebelumnya gelap menjadi terang, bodoh menjadi tercerahkan,
terkebelakang menjadi memiliki peradaban.
Mari
berfilsafat, mari mencari kebenaran seoptimal yang kita bisa. Mari membaca dengan
nama Tuhan yang menciptakan kita. Wallahu a’lam bishshawwab.
Jogjakarta, 10 September 2015
From (Kampung) Dero to Hero
Aslm ditunggu refelksi selanjutnya. Wslm
BalasHapus