"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk
orang-orang yang saleh"
(QS. ash-Shaffat: 100)
Begitulah doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim di tengah kegundahannya,
karena belum jua dikaruniai seorang anak. Sedang perjalanan dakwah baru saja ditapaki
dan usianya tak lagi muda. Nabi Ibrahim perlu seorang partner sekaligus
generasi penerus yang akan melanjutkan estafet dakwah ini. Dan Allah pun
mengabulkan doanya,
"Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang
amat sabar." (QS. ash-Shaffat: 101)
Kelahiran Ismail as yang kelak mengikut jejak ayahnya pun menjadi
kebahagiaan yang tak terkira bagi Nabi Ibrahim. Namun seiring kebahagiaan itu, Allah
SWT menguji kecintaan Nabi Ibrahim kepada keluarga kecilnya di atas ketundukan
terhadap perintah-Nya. Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim melakukan
perjalanan yang jauh, meninggalkan keluarga kecilnya di lembah tandus tanpa
tetumbuhan dan perbekalan memadai. Berat memang, apalagi saat itu Ismail as
ditinggalkan dalam keadaan masih belia. Namun dengan keikhlasan, Nabi Ibrahim
melaksanakan perintah sebagai bentuk kecintaannya yang lebih besar kepada Allah
SWT. Singkat cerita, kecintaan Nabi Ibrahim kepada Allah SWT yang melebihi
kecintaannya kepada keluarganya pun menjadi jaminan keberlangsungan hidup
Ismail as dan Siti Hajar. Keajaiban terjadi, mata air zam-zam muncul dari kaki
kecil Ismail as yang kelak menjadi titik tolak munculnya peradaban di kawasan
Jazirah Arab.
Namun ujian Nabi Ibrahim tidak berhenti sampai di situ. Ketika Nabi
Ibrahim menampakkan kecintaan yang luar biasa dari yang seharusnya kepada
anaknya, maka Allah SWT kembali menguji rasa cinta Nabi Ibrahim dengan memerintahkannya
menyembelih Ismail as. Nabi Ibrahim mengalami ujian yang berat sebagai
orangtua. Begitu pula Ismail as, di usianya yang tumbuh remaja harus menghadapi
ujian yang berat. Namun Ismail as mewarisi kesabaran ayahnya. Maka tatkala Nabi
Ibrahim meminta pendapatnya tentang perintah Allah untuk menyembelih dirinya,
tanpa protes ataupun mendebat Ismail as berkata,
“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu: Insya Allah
kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS. ash-Shaffat: 102)
Segala puji bagi Allah, Tuhan yang mengaruniakan sifat-sifat mulia
kepada hamba-Nya. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail bersabar dalam ketundukan atas
perintah Allah SWT. Hingga pada detik-detik penyembelihan, Allah SWT pun
membenarkan tindakan kedua ayah dan anak itu. Lalu Allah mengaruniakan kepada mereka
mukjizat yang hingga detik ini umat Islam rayakan di antara dua hari raya yang
telah Rasulullah SAW tetapkan.
Ya, Idul Adha adalah tentang mengungkapkan rasa cinta kepada Allah SWT.
Ia adalah potongan sejarah Islam yang sarat akan cinta yang mendalam, jauh
berbeda dengan serial cinta picisan atau romansa di kalangan anak muda. Karena kekuatan
cintanya pada Allah SWT menjadi lautan dari perasaan kemanusiaan, bahkan lautan
yang tidak bertepi. Kecintaan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail kepada Allah SWT telah
membawa mereka pada derajat yang mulia. Nabi Ibrahim sebagai khalilullah, sedang Nabi Ismail sebagai shadiqul wa’di.
Ya, Idul Adha adalah tentang cinta yang memerlukan pengorbanan dan
kesabaran. Sesuatu akan layak untuk diperjuangkan dan diberikan pengorbanan
yang terbaik ketika itu adalah hal yang paling kita cintai. Nabi Ibrahim dan
Nabi Ismail telah memberikan sebaik-baik teladan, bahwa pengorbanan dan
kesabaran kita hanya patut didedikasikan kepada yang Maha Mencintai dan Dicintai,
Allah SWT. Karena cinta-Nya tak akan pernah mengecewakan, apalagi bertepuk
sebelah tangan. Karena dengan mencintai-Nya, seluruh makhluk dan ciptaan-Nya
bertasbih, memuji dan mendoakan kita.
Ya, Idul Adha adalah tentang dahsyatnya cinta memengaruhi dunia
seisinya. Kecintaan Nabi Ibrahim kepada Allah dalam mengikuti perintahnya,
telah menjadi jalan bagi munculnya peradaban di sebuah lembah tandus Bakkah,
yang kelak menjadi pusat ibadah dan dakwah Islam bermula. Kecintaan Nabi Ismail
kepada Allah dalam membenarkan mimpinya, telah menjadi jaminan bahwa penutup
para Nabi akan lahir dari keturunannya.
Ya, inilah secuil hikmah di detak detik Idul Adha.
Jogjakarta, 22 September 2015
From (Kampung) Dero to Hero
0 komentar:
Posting Komentar