Rabu, 20 Januari 2016

Membangun Konsep Pendidikan Ideal bagi Indonesia

0








 (Sebuah refleksi dari perkuliahan Filsafat Ilmu)

            Salah satu rahasia kebangkitan dan kemajuan peradaban suatu negara terletak pada kuantitas dan kualitas generasi mudanya. Sebuah fakta sejarah telah membuktikan bahwa negara-negara –seperti Jepang dan Singapura- yang puluhan tahun sebelumnya tidak masuk hitungan dalam persaingan global, kini muncul menjadi pesaing bagi negara adi daya. Padahal sumber daya alam negara tersebut cukup minim. Di satu sisi, negara dengan SDM dan SDA yang melimpah seperti Indonesia ternyata belum mampu menjadi negara yang maju, namun justru masih berkutat di permasalahan pengelolaan SDM. Perbedaan kondisi dari kedua negara ini tidak lain dipengaruhi oleh faktor generasi muda, khususnya pada aspek kualitas. Karena generasi muda suatu negara yang mumpuni dari segi kualitas dan kuantitas merupakan aset yang berharga bagi keberlangsungan dan eksistensi negara tersebut. Mereka yang akan menjadi penerus dan pengembang dari pencapaian negara tersebut. Ketika baik generasi muda suatu negara, maka baik pulalah masa depan negara tersebut. Hal inilah yang melandasi dari pentingnya membekali generasi muda denga nilai-nilai peradaban bangsa dan ilmu pengetahuan melalui pendidikan.

            Pendidikan tidak hanya tentang transfer ilmu pengetahuan, mengubah ketidaktahuan menjadi berpengetahuan. Namun pendidikan juga meliputi aspek karakter dan keterampilan. Karena sejatinya pendidikan adalah upaya membentuk peserta didik menjadi manusia paripurna, yakni manusia yang bertawa, mandiri dan cendekia. Oleh karena itu pendidikan yang ideal tidaklah cukup hanya dengan aktivitas ceramah, tugas-tugas dan ujian rutin. Tetapi perlu diperlukan sebuah formulasi pendidikan yang mampu membentuk karakter manusia yang siap bersaing dalam kontestasi internasional, di samping memiliki profesionalitas dalam bidang yang digelutinya kelak.
            Tuntutan untuk mencari konsep pendidikan ideal bagi Indonesia menjadi semakin penting jika melihat bagaimana kondisi pendidikan Indonesia dan generasi mudanya saat ini. Arus globalisasi yang begitu pesat telah membawa ideologi-ideologi asing yang bertentangan dengan nilai-nilai peradaban bangsa Indonesia dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, tidak terkecuali aspek pendidikan. Sehingga sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia pun tidak sepenuhnya sesuai dengan karakter dan budaya Indonesia. Hal ini membuat pendidikan Indonesia tidak memiliki karakter yang kuat dan justru terombang-ambing mengikuti arus perubahan. Dampaknya adalah tidak terbentuknya karakter masyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai luhur Indonesia. Yang terjadi justru semakin mengakarnya nilai-nilai liberalisme, hedonisme, materialisme, utilitarianisme, dan pragmatisme di kalangan masyarakat sebagai akibat dari arus globalisasi. Namun di satu sisi, tuntutan untuk membangun jaringan internasional merupakan sesuatu tidak dapat dinafikan pada era globalisasi. Sehingga konsekuensi dari berjejaring internasional adalah masuknya ide-ide dan nilai-nilai asing ke dalam negara Indonesia, baik yang positif maupun negatif. Sehingga, cara yang terbaik dapat dilakukan adalah membangun sistem imun terhadap ide dan nilai-nilai asing yang bertentangan terhadap karakter bangsa Indonesia melalui pendidikan.
            Indonesia dengan ideologi Pancasilanya dan keanekaragaman suku bangsa yang ada di dalamnya merupakan potensi yang besar yang perlu digali nilai-nilainya. Potensi tersebut merupakan modal yang besar sebagai suatu landasan bagi pendidikan Indonesia dalam membentuk generasi bangsa yang berkarakter, profesional, dan siap menghadapi arus globalisasi. Dengan menggali nilai-nilai Pancasila, kebudayaan yang ada di Indonesia, dan hakikat pendidikan yang utuh, diharapkan terbentuk suatu konsep pendidikan Indonesia yang ideal. Berikut adalah poin-poin dari konsep pendidikan yang ideal bagi Indonesia yang merupakan hasil refleksi selama perkuliahan Filsafat Ilmu.

1. Pendidikan yang demokratis
Pendidikan yang demokratis adalah pendidikan yang memberikan kebebasan yang bertanggungjawab kepada peserta didik dalam belajar. Sehingga siswa dengan leluasa menggali pengetahuan melalui semua fasilitas yang telah disediakan oleh sekolah tanpa mesti dibatasi. Pendidikan yang demokratis juga berarti bahwa setiap masyarakat Indonesia memiliki hak yang sama dalam mengikuti pendidikan di setiap jenjangnya, tanpa mesti terkendala oleh biaya maupun nilai yang tidak mencukupi. Sehingga sekolah idealnya siap menampung semua siswa dengan latar belakang ekonomi, sosial, budaya, maupun kemampuan yang beragam tanpa harus dibatasi.

2. Pendidikan yang mengakomodir perbedaan
Kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen dari aspek suku, ras, agama, dan bahasa menuntut suatu konsep pendidikan yang mampu mengakomodir setiap perbedaan tersebut. Sehingga kebijakan-kebijakan pendidikan yang akan diimplementasikan idealnya memiliki fleksibilitas yang menyesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah. Dapat diartikan pula bahwa pendidikan di Indonesia tidak dapat sepenuhnya bersifat sentralistik, namun perlu ada pembagian otoritas kepada pelaksana pendidikan di tingkat daerah yang memahami kondisi daerahnya. Pendidikan yang mengakomodir perbedaan juga bermakna pendidikan yang bersifat plural dan relatif. Bahwa perbedaan prestasi yang diperoleh tiap peserta didik merupakan hal yang wajar serta tidak dengan semena-mena menghakimi peserta didik yang nilainya rendah. Bahwa keseragaman adalah bentuk sikap otoriter yang tidak sesuai dengan hakikat pendidikan yang memerdekakan. Pendidikan yang otoriter ditandai dengan sikap pendidik yang determinis terhadap peserta didiknya, seperti dengan mudah menjatuhkan sifat-sifat yang negatif terhadap mereka sehingga hal tersebut berdampak besar bagi perkembangan belajar ke depannya. Oleh karena itu, seorang pendidik tidak patut menjadi sosok yang determinis dan reduksionis.

3. Pendidikan yang seimbang antara aspek saintifik dan humaniora
Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang memajukan aspek saintifik, sekaligus aspek humaniora. Karena pengetahuan tidak hanya saintifik saja, melainkan terdapat pula aspek humaniora yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga tidaklah cukup hanya mengunggulkan aspek saintifik seperti MTK, Fisika, Biologi, Teknik dan sebagainya, namun memarginalkan pengetahuan yang bersifat humaniora seperti sosiologi, antropologi, linguisik dan sebagainya. Karena saintifik barulah mewakili dari fenomena berpikir yang meruncing. Sedangkan dunia yang lengkap adalah sebagian meruncing, mendatar sekaligus mengembang. Fenomena yang terjadi pada pendidikan Indonesia saat ini adalah sistem kurikulum yang terlalu berat sebelah, yakni aspek saintifik. Sedangkan aspek humaniora kurang diperhatikan. Padahal permasalahan-permasalahan yang terjadi di Indonesia justru memerlukan penyelesaian dari aspek humaniora.

4. Pendidikan yang memberikan penghargaan yang tinggi atas kejujuran dan menolak tindakan plagiat
Pendidikan merupakan upaya membentuk peserta didik menjadi manusia seutuhnya, begitu pula eksistensinya. Sedangkan eksistensi manusia itu meliputi tiga syarat: ada, mengada dan pengada. Mengada merupakan upaya manusia untuk mengadakan yang mungkin ada menjadi ada. Sedangkan pengada adalah produk atau hasil dari proses mengada tersebut. Dengan mengada dan pengada, maka manusia pun menjadi ada. Sehingga peserta didik yang ada adalah peserta didik yang senantiasa mengada, yakni dengan aktivitas belajar, mengerjakan tugas secara jujur dan bertanggungjawab, hadir dalam kegiatan belajar mengajar dan sebagainya. Sehingga peserta didik menghasilkan pengada berupa prestasi belajar, portofolio, karya tulis dan sebagainya. Namun ketika peserta didik melakukan tindakan menyontek ketika mengerjakan tugas dan melakukan plagiasi dalam membuat karya tulis, hal ini mengancam eksistensi dari peserta didik. Sehingga secara hakiki, peserta didik yang melakukan plagiat tidak diakui lagi keberadaannya. Oleh karena itu, pendidikan yang ideal harus mampu membentuk sikap jujur siswa dan mengantisipasi tindakan plagiat.

5. Pendidikan sebagai hasil sekaligus proses
Pendidikan merupakan sebuah proses yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Sehingga untuk menilai ketiga aspek tersebut, tidak cukup hanya berdasarkan hasil. Melainkan juga mengapresiasi dari setiap proses yang ditempuh peserta didik dalam proses belajar. Sebagaimana eksistensi sesuatu itu harus meliputi syarat ada, mengada dan pengada. Mengada merupakan sebuah proses mengadakan yang mungkin ada menjadi ada. Sedangkan pengada adalah hasil atau produk dari mengada itu sendiri. Oleh karena itu, pendidikan tidak cukup hanya menilai dari hasilnya saja, melainkan juga memperhatikan proses yang dilalui oleh peserta didik dalam menggapai ilmu pengetahuan. Dengan begitu, peserta didik dapat dicegah dari tindakan plagiarisme dan diperoleh penilaian yang lebih komperehensif dan utuh dalam menggambarkan pencapaian pemahaman peserta didik. Selain itu, pendidikan yang juga menekankan proses, akan membentuk karakter peserta didik yang menghormati aturan, menghargai perbedaan, dan menolak sikap serba instan.

6. Penilaian yang autentik
Implikasi dari pendidikan yang tidak hanya berfokus kepada hasil tetapi juga proses adalah adanya penilaian yang lebih komprehensif terhadap peserta didik. Sehingga ujian tidaklah cukup menjadi penilaian bagi peserta didik, karena hal tersebut hanya menggambarkan sebagian kecil proses perkembangan peserta didik. Penilaian yang ideal adalah penilaian yang autentik yang mampu menggambarkan proses perkembangan peserta didik. Hal tersebut dapat berbentuk portofolio, penilaian kinerja, observasi dan lain sebagainya. Dengan penilaian yang autentik, pendidik dapat memberikan evaluasi secara tepat dan menghindari sikap determinis dan reduksionis yang negatif terhadap peserta didik.

7. Pembelajaran berlandaskan konstruktivisme
Sumber pengetahuan secara umum dapat berasal dari proses berpikir rasional atau logis (rasionalisme), dari proses pengalaman dalam kehidupan sehari-hari (empirisme), maupun dari intuisi yang merupakan bakat yang diberikan oleh Tuhan (intuisionisme). Ketiga hal inilah yang menjadi landasan dalam membangun proses pembelajaran yang efektif bagi peserta didik. Bahwa pada dasarnya peserta didik memiliki potensi atau bekal dalam membangun pengetahuannya sendiri. Sehingga yang perlu dilakukan oleh seorang pendidik adalah mengarahkan siswa untuk beraktivitas secara langsung dengan menggunakan intuisi yang dimiliki dalam menghadapi suatu isu pada kehidupan sehari-hari. Melalui pengalaman-pengalaman itulah kemudian peserta didik mampu membangun pengetahuannya sendiri dan menggunakannya untuk mengembangkannya lebih mendalam dan meluas. Inilah yang dikenal dengan pembelajaran konstrutivisme. Di mana pendidik tidak mengambil peranan yang dominan di kelas melainkan hanya sekedar menfasilitasi proses belajar yang dperlukan peserta didik. Dengan demikian pembelajaran pun lebih berpusat kepada peserta didik. Melalui pembelajaran konstruktivisme, peserta didik merasakan bahwa pembelajarannya menjadi lebih bermakna karena mereka terlibat secara aktif dalam menemukan pengetahuannya dalam konteks kehidupan nyata. Selain itu, proses pembelajaran yang ideal juga mendorong siswa untuk saling berkolaborasi antar peserta didik dalam membangun pengetahuannya. Karena pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa masih bersifat subjektif. Sehingga perlu proses diskusi kepada sehingga tercapai sebuah kesepakatan, yakni pengetahuan yang objektif. Hal ini dikenal dengan konstruktivisme sosial.

8. Pembelajaran yang inovatif
Peserta didik adalah sosok yang dinamis, mengikuti arus perubahan yang ada disekitarnya. Beberapa tahun yang lalu mungkin peserta didik masih tergagap-gagap dalam menggunakan perangkat komputer. Namun kini peserta didik justru dengan lihai menggunakan teknologi smartphone dan menggunakannya untuk memenuhi rasa ingin tahu mereka tentang dunia. Hal ini tentunya menuntut pendidik untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi ruang dan waktu yang ada. Yakni pembelajaran pun perlu dirancang sedemikian sehingga mampu memanfaatkan potensi peserta didik serta mengantisipasi dampak buruk dari arus perubahan yang ada. Sehingga inovasi dalam pembelajaran pun menjadi sebuah keharusan. Pembelajaran yang tradisional pada tahun-tahun sebelumnya tidak lagi relevan bagi dunia peserta didik saat ini. Meskipun hal tersebut tidak serta merta mengubah semua aspek pembelajaran yang ada untuk diperbaharui. Namun yang perlu dipahami adalah inovasi di dalam pembelajaran merupakan sebuah jawaban terhadap dinamika kehidupan agar hal-hal yang prinsip dan substansial tetap tersampaikan dalam proses pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran inovatif adalah upaya mengembangkan pembelajaran yang efektif dan efisien bagi peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan. Pembelajaran inovatif dapat berupa pengembangan suatu model pembelajaran, pengembangan penilaian, pengembangan alat peraga hingga pengembangan soal.

9. Pendidikan yang berlandaskan penelitian
Konsekuensi dari pembelajaran yang selalui inovatif dalam menghadapi arus perubahan adalah penelitian. Kelas adalah tempat belajar bagi peserta didik sekaligus laboratorium bagi pendidik dalam menyelesaikan permasalahan dalam proses belajara mengajar yang menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Oleh karena itu penelitian merupakan aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari profesi seorang pendidik. Melalui tahap penelitian, pendidik mampu mengevaluasi proses belajar mengajar dan melakukan perbaikan demi perbaikan bahkan memberikan masukan kepada pihak sekolah maupun pemegang kebijakan pendidikan tentang hasil temuan penelitiannya dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Penelitian yang umumnya dilakukan oleh peserta didik adalah penelitian tindakan kelas. Salah satu bentuk implementasinya adalah melalui Lesson Study. Lesson study adalah aktivitas menyusun rencana pembelajaran melalui proses diskusi oleh sesama guru mata pelajaran, lalu mengamati proses penerapannya, memberikan masukan dan perbaikan, hingga akhirnya diperoleh sebuah rencana pembelajaran inovatif yang menjadi referensi bagi pendidik dalam mengajar.

10. Pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa
Pembelajaran menjadi bermakna bagi peserta didik ketika mereka mempelajari hal yang mereka butuhkan. Sehingga pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang mampu mengakomodir kebutuhan dan rasa ingin tahu peserta didik akan ilmu pengetahuan. Hal ini tentunya berimplikasi terhadap kurikulum yang akan diberlakukan. Yakni kurikulum yang bersifat fleksibel, di mana terdapat ruang-ruang improvisasi bagi pendidik dan peserta didik dalam mengembangkan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian proses membangun pengetahuan pun menjadi lebih bermakna tanpa harus mengorbankan tujuan pendidikan yang telah dirancang.

11. Pembelajaran dengan memanfaatkan kearifan lokal
Indonesia merupakan negara dengan kekayaan suku, ras, bahasa dan budaya yang melimpah. Pola bilangan pada budaya Jawa, permainan khas daerah, bentuk bangunan adat, dan lain sebagainya. Hal ini merupakan aset yang berharga sekaligus saran yang efektif dalam mengembangkan pembelajaran yang berbasis kearifan lokal. Dengan menerapkan pembelajaran yang berbasis kearifan lokal, peserta didik dapat belajar secara kontekstual dan merasa bangga dengan identitasnya sebagai bagian dari warga negara Indonesia. Selain itu, pembelajaran berbasis kearifan lokal juga mampu menjadi penangkal pemikiran dan budaya negatif yang berasal dari luar Indonesia. Dengan demikian generasi muda Indonesia pun memiliki jati diri yang kuat dalam menghadapi kontestasi Internasional.

12. Pembelajaran yang sekaligus menanamkan nilai-nilai religius
Negara Indonesia adalah negara yang religius sebagaimana yang dijelaskan pada sila pertama pada Pancasila. Sehingga aspek spiritual menempati struktur paling tinggi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Namun hal ini kian tergerus oleh pemikiran asing (positivisme, liberalisme, hedonisme, pragmatisme dan sebagainya) yang justru menempatkan aspek spiritual sebagai struktur terendah dan termarginalkan serta menuhankan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan modern seperti saat ini. Oleh karena itu, perlu upaya menangkal pemikiran-pemikiran tersebut dengan mengintegrasikan nilai-nilai religius dalam setiap proses pembelajaran. Hal ini diimplementasikan dalam pendidikan karakter berupa aktivitas berdoa sebelum dan setelah belajar, mengaitkan materi pembelajaran dengan kekuasaan Tuhan dan lain sebagainya.



13. UN sebagai sarana evaluasi, bukan penentu kelulusan
Satu hal yang masih menjadi momok bagi peserta didik dan pendidikan Indonesia hari ini adalah isu Ujian Nasional. Masih adanya persepsi bahwa Ujian Nasional sebagai penentu utama kelulusan siswa setelah sekian tahun belajar berbagai macam ilmu pengetahuan, mengakibatkan munculnya berbagai stigma negatif dan mitos di kalangan masyarakat. Upaya kerjasama antara pihak sekolah dan guru dalam meluluskan siswa karena merasa malu jika nilai UN sekolahnya rendah, terjadinya kebocoran kunci jawaban, siswa yang gantung diri karena tidak lulus ujian, dan lain sebagainya. Hal ini merupakan gambaran tentang dampak dari diselenggarakannya UN dan ditetapkannya UN sebagai penentu kelulusan. Padahal –sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya- Indonesia secara geografis dan sosiologis sangat beragam, sehingga tidak relevan ketika menjadikan UN sebagai satu-satunya penentu kelulusan siswa sedangkan pemerataan pendidikan belum terwujud. Idealnya UN diposisikan sebagai evaluasi hasil belajar siswa pada umumnya, sebagaimana ujian sekolah. Sehingga siswa tidak perlu takut menghadapi ujian.

Demikianlah poin-poin tentang konsep pendidikan ideal bagi Indonesia yang merupakan hasil refleksi selama perkuliahan filsafat ilmu. Karena salah satu konsekuensi berfilsafat adalah kita menjadi saksi bagi kehidupan yang ada di dunia. Karena dengan berfilsafat wawasan berpikir kita menjadi lebih luas, sehingga menjadi tanggungjawab kita untuk memberikan ide dan gagasan dalam membangun dunia ini menjadi utuh, tak terkecuali pendidikan. Diharapkan dengan gagasan-gagasan ini, pendidikan Indonesia menjadi lebih baik, berkarakter dan mampu mencetak generasi bangsa yang memiliki jati diri bangsa yang kuat dan profesional.

0 komentar:

Posting Komentar

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html