Istilah
muslim negarawan merupakan sebuah frase yang terdiri dari kata muslim dan
negarawan. Muslim berarti orang yang beragama Islam atau orang yang berserah
diri kepada Allah SWT. Sedangkan negarawan berarti orang yang berjasa dan
berkorban demi bangsa dan negaranya, tanpa memperhatikan latar belakangnya
(Amin Sudarsono, 2010: 80). Hal ini dilandasi oleh mentalitas yang merasa
memiliki bangsa dan negara, sehingga ia berkontribusi dalam membela dan
membangun bangsa dan negaranya. Jadi, muslim negarawan adalah seorang muslim
yang memberikan loyalitasnya kepada Allah SWT serta memiliki rasa kebermilikan
terhadap bangsa dan negara sehingga segala aktivitasnya ditujukan untuk
berkontribusi bagi agama dan negara.
Rasulullah
SAW merupakan sosok yang ideal dalam menggambarkan seorang muslim negarawan.
Bahkan sebelum kerasulan, beliau telah aktif berkontribusi menyelesaikan
permasalahan-permasalahan bangsanya. Salah satunya adalah ketika beliau
menyelesaikan perselisihan antara suku-suku quraisy terkati pengembalian Hajar
Aswad ke tempat semula (Shafiyyurahman Mubarakfury, 2010: 66).
Selain
sebagai seorang rasul, beliau adalah kepala negara Islam pertama yang pusat
pemerintahannya di Madinah. Rasulullah SAW tidak hanya tampil sebagai seorang
penyeru agama, tetapi juga sebagai pengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
M Syafi’i Antonio (2007: 152) menjelaskan bahwa Rasulullah SAW sebagai seorang
negarawan telah berhasil mempersatukan umat Islam yang terdiri dari kaum Anshar
dan Muhajirin dengan berbagai suku dan kelompok yang ada di Madinah melalui
semangat saling melindungi dan mendukung satu sama lain. Hal itu tergambar
dalam naskah Piagam Madinah yang merupakan kesepakatan di antara
kelompok-kelompok yang berada di Madinah. Beberapa poin dari isi Piagam Madinah
antara lain sebagai berikut.
- Warga umat ini terdiri atas beberapa komunitas kabilah yang saling tolong menolong.
- Setiap komunitas berkewajiban menegakkan keamanan internal
- Stabilitas umat adala satu. Satu komunitas berperang, semua ikut berperang.
(Ibnu Hisyam,
2010: 501-504)
Bukti
kemampuan Rasulullah dalam membangun semangat nasionalisme dan membendung
perepcahan internal juga terlihat ketika Abdullah bin Ubay mulai menggalang
manusia untuk memerangi Rasulullah SAW dan para sahabat. Ketika itu beliau
bersabda,
"Telah sampai
kepadaku berita tentang ancaman orang-orang Quraisy terhadap kalian. Ternyata
rencana jahat mereka tidak lebih hebat dari rencana yang kalian inginkan
terhadap diri sendiri. Kalian ingin membunuh anak-anak dan saudara-saudara
sendiri." (HR. Abu Daud)
Setelah
mendengarkan apa yang disampaikan oleh Rasulullah tersebut, mereka yang
dikumpulkan oleh Abdullah bin Ubay pun membubarkan dirinya. Syaikh Munir
Muhammad al Ghadban (2009: 288) menjelaskan bagaimana Rasulullah SAW memadamkan
percika api sebelum berkobar dari kalangan kaum musyrik. Rasulullah SAW
menggunakan strategi kebangsaan untuk menghentikan perang tanpa pertempuran.
Rasulullah SAW berbicara kepada para pemuja berhala itu dengan bahasa yang
dipahami oleh mereka. Beliau menggugah ikatan tanah air, kebangsaan, dan
kekeluargaan untuk menggagalkan rencana jahat dari kaum musyrikin. Dengan
demikian beliau berhasil menghapus batas-batas perbedaan yang ada dalam
masyarakat Madinah melalui sebuah konsep ummah.
Sebagai
seorang negarawan, Rasulullah SAW juga memiliki pemikiran untuk menciptakan
ketenangan dan keamanan bagi semua warga Madinah tanpa pengecualian. M. Syafi`i
Antonio (2008: 156) menjelaskan bahwa Rasulullah SAW sebagai pemimpin
memberikan jaminan bagi kelompok minoritas dengan nyawanya sendiri. Tidak ada
perbedaan status hak dan kewajiban seseorang antara Arab dan non Arab,
pendatang maupun penduduk asli Madinah. Semua diperlakukan secara sama sebagai
warga negara dengan hak dan kewajiban masing-masing.
Nilai-nilai
nasionalisme Rasulullah SAW di atas merupakan sebuah teladan yang patut
diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam
konteks keindonesiaan.
Bagus tulisannya, lanjutkan 👍
BalasHapus