Sabtu, 16 Januari 2016

Rasulullah SAW sebagai Muslim Negarawan (End)

0


Aktualisasi Nilai-Nilai Nasionalisme dalam Konteks Keindonesiaan
 
Umat Islam sebagai mayoritas di Indonesia seharusnya turut serta bertanggungjawab dalam mengemban amanah kenegarawanan ketika menghadapi permasalahan bangsa. Khususnya saat semangat nasionalisme Indonesia mulai luntur dan miskin makna, sehingga membutuhkan sebuah gagasan baru dalam mengisi kemerdekaan Indonesia. Di sinilah peran muslim negarawan sebagai cermin umat Islam yang memiliki mentalitas berbangsa dan bernegara untuk berkontribusi dalam membangunn negara dan bangsanya.
Rasulullah SAW sebagai sosok muslim negarawan telah memberikan teladan bagaimana seorang muslim mampu mengaktualisasikan nilai-nilai nasionalisme dalam kehidupan sehari-hari. Berikut karakteristik dari muslim negarawan dalam konteks keindonesiaan Rijalul Imam (2008).


1. Memiliki basis ideologi Islam yang mengakar
Jika kita melihat isi dari Piagam Madinah, maka disimpulkan bahwa Rasulullah SAW dalam membangun peradaban di Madinah berlandaskan ideologi Islam.Ideologi Islam bukan hanya masalah ide, tetapi juga aqidah. Karena tauhid yang benar akan menuntun manusia kepada keyakinan bahwa kebenaran hanya milik Allah SWT. Basis ini menjadi penting mengingat kondisi bangsa Indonesia yang kian bergolak. Sehingga agama tidak hanya sebagai alat pelengkap, tetapi juga menjadi semangat perbaikan di masyarakat. Selain itu, Islam juga harus dijadukan sebagai titik tolak berpikir dan bertindak dalam mewujudkan pembangunan nasional. Sehingga loyalitas seorang muslim negarawan hanya ditujukan kepada Allah dan Rasul_nya. Sedangkan bentuk loyalitas kepada pemimpin negara berbanding lurus dengan loyalitas mereka dalam menegakkan ajaran Islam (Muchlis, 2012: 131). Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah an Nisa ayat 59,

Terjemah:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang dimikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa [4]: 59)

Oleh karena itu, Rijalul Imam (2008: 73) menjelaskan bahwa setiap muslim harus membekali diri dengan ilmu pengetahuan dasar Islam, ilmu alat Islam, wawasan sejarah Islam , dan wacana keislaman. Sehingga setiap muslim mampu berpikir dan memberikan solusi dalam perspektif Islam.

2. Memiliki basis pengetahuan yang mapan
Meskipun Rasulullah SAW merupakan seorang yang ummi, namun beliau dianugerahi kecerdasan oleh Allah SWT. Dengan kecerdasannya, beliau berhasil mengeluarkan masyarakat di Jazirah Arab dari kejahiliyahan menuju peradaban yang maju. Kebangkitan bangsa Arab saat itu juga tidak terlepas dari perhatian Rasulullah SAW yang besar terhadap ilmu pengetahuan. M. Syafi’i Antonio (2014: 6) menjelaskan bahwa sejak awal gerakan Islam di Mekkah Rasulullah SAW telah menerapkan proses belajar mengajar yang diiringi dengan institusi pendidikan seperti Dar al Arqam, masjid dan suffah.
Sejatinya seorang muslim negarawan harus lebih dari manusia umumnya dari sisi intelektualitas dan wawasan. Taufiq Amrullah (2008: 120) menjelaskan bahwa intelektualitas dapat dinilai dari kualifikasi akademis dan kepakarannya, serta perhatiannya terhadap suatu masalah secara mendalam. Sedangkan wawasan menuntut seseorang untuk mampu memahami berbagai hal dalam mengambil tindakan. Sehingga dengan pengetahuan yang mapan seorang muslim negarawan mampu menyelesaikan problematika umat dan bangsa secara profesional. Allah SWT berfirman dalam surah ar Ra’du ayat 20-22,

Terjemah:
“(yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian. Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).” (QS. Ar Ra’d [13]: 22)

3. Idealis dan konsisten
Idealis dalam hal ini berarti menjadikan Islam sebagai solusi semua permasalahan bangsa. Seorang muslim negarawan dalam berniat, berpikir dan bertindak harus berdasarkan nilai-nilai ideal. Gagasan-gagasan ideal yang bergesekan dengan realita akan menghasilkan perubahan-perubahan bagi bangsa dan negara. Oleh karena itu, konsistensi diperlukan sebagai landasan dalam bergerak. Sikap idealis dan konsisten ini merupakan hasil dari pondasi aqidah yang mendalam dan akhlak yang kokoh. Allah SWT berfirman dalam surah Hud ayat 112,

Terjemah:
“Maka tetaplah kamu di jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Hud [11]: 112)

Peradaban Islam yang maju di Madinah pun berasal dari idealisme dan konsistensi Rasulullah SAW dalam beraktivitas dakwah. Bahkan ketika beliau mendapat tekanan dari kaum kafir Quraisy baik secara fisik maupun mental, tidak sedikitpun beliau berhenti melaksanakan aktivitas dakwah. Hingga akhirnya Islam pun menyebar hingga ke seluruh Jazirah Arab.

4. Berkontribusi dalam pemecahan masalah bangsa
M. Syafi’i Antonio (2014: 304) menjelaskan bahwa tidak ada satu umat di dunia ini yang lebih banyak permasalahannya daripada bangsa Arab di masa lalu. Banyak unsur-unsur psikologis dan budaya yang membangkitkan permasalahan tersebut, seperti fanatisme kesukuan, watak yang keras, ekonomi, perebutan wilayah dan sebagainya. Namun Rasulullah SAW berhasil menyelesaikan masalah-masalah tersebut secara baik bahkan gemilang sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Begitu pula umat Islam sebagai sebagai mayoritas di Indonesia harus menjadi solusi terhadap permasalahan umat dan bangsa, bukan sebaliknya malah menjadi beban negara.
Seorang muslim negarawan harus terlibat aktif dalam proses-proses perubahan dan kebijakan secara kreatif dalam upaya perbaikan, bukannya diam dan tidak peduli dengan persoalan bangsa dan umat. Hal ini tentunya memerlukan wawasan keindonesiaan yang luas dan mapan sehingga mampu memberikan solusi secara praktis dan komprehensif.  Rijalul Imam (2008: 76) menjelaskan bahwa wawasan keindonesiaan yang dimaksud adalah penguasaan cakrawala keindonesiaan, realita kebijakan publik, yang terpadu dengan pengetahuan kepakaran.

5. Menjadi perekat seluruh komponen bangsa dalam upaya perbaikan bangsa
Muslim negarawan bukanah orang lain di tanah airnya, apalagi musuh bagi pihak tertentu. Hal inilah yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW ketika menghimpun seluruh elemen yang ada di Madinah untuk membuat konstitusi bersama yang dikenal dengan Piagam Madinah. Muslim negarawan harus memainkan perannya sebagai perekat komponen bangsa agar bersama-sama membanguun bangsa dan negara. Oleh karena itu, seorang muslim negarawan dituntut untuk bergaul secara luas, membangun jaringan, serta meletakkan ukhuwah secara proporsional. Allah SWT berfirman dalam surah al Hujurat ayat 13,

Terjemah:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
(QS. Al Hujurat [49]: 13)

Asy Syaukani (Muchlis, 2012: 125) menjelaskan bahwa konsep ta’aruf pada ayat di atas pada prinsipnya untuk menegakkan sikap saling menghormati dan menghargai antar sesama. Ajaran ini merupakan ajaran yang universal. Hal ini ditunjukkan dari redaksi “ya ayyuhan nas” meskipun ayat tersebut termasuk ayat termasuk kelompok ayat Madaniyah. Dengan demikian, ajaran ta’aruf akan menembus batas-batas, ras, golongan, suku, jenis kelamin, bahkan agama. Sehingga terciptalah ukhuwah Islamiyah yang berarti terealisasinya nilai-nilai Islam dalam konteks persaudaraan, baik seagama maupun tidak.

Demikianlah, sosok muslim negarawan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW merupakan jawaban atas dikotomi antara Islam dan nasionalisme di Indonesia. Bahwa sejatinya nasionalisme yang menumbuhkan rasa cinta tanah air, komunikasi yang harmonis, dan kearifan dalam menyikapi perbedaan merupakan bagian dari ajaran Islam. Karakteristik muslim negarawan itu antara lain memiliki basis ideologi Islam yang mapan, pengetahuan yang mapan, idealis dan konsisten, berkontribusi terhadap pemecahan masalah bangsa, serta menjadi perekat berbagai komponen bangsa dalam upaya pembangunan nasional. Aktualisasi kelima karakter tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan mengokohkan bangunan kebangsaan dan mewarnai semangat nasionalisme Indonesia.
Wallahu a’lam bishshawwab.

0 komentar:

Posting Komentar

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html