Kamis, 10 Desember 2015

Sekolah: Zona Cerdas Penuh Integritas

0



Selamat Hari Anti Korupsi…

Tidak ada yang lebih hangat untuk didiskusikan pada momentum kali ini selain pemberantasan korupsi. Dampaknya yang begitu merugikan bangsa dan negara, menjadikan korupsi musuh bersama rakyat Indonesia. Dalam perspektif Islam pun telah jelas bahwa Allah SWT mencela dan memberikan hukuman yang berat bagi pelaku tindakan korupsi (QS. 3: 161 dan 5: 38). Namun dewasa ini, permasalahan korupsi ibarat gunung es. Kasus yang belum terungkap lebih banyak daripada kasus yang muncul ke permukaan. Sehingga gerakan pemberantasan korupsi sangatlah tepat menjadi gerakan darurat nasional dalam rangka menyelamatkan segenap rakyat Indonesia.

Selasa, 08 Desember 2015

Rasulullah sebagai Muslim Negarawan (part 2)

0


A.  Nasionalisme dalam Perspektif Islam
     Nasionalisme berasal dari kata ‘nation’ yang berarti bangsa. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Lazuardi, 1996: 20) dijelaskan bahwa bangsa adalah kesatuan orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri. Beberapa definisi nasionalisme dari pakar sosial politik antara lain sebagai berikut. 
  1. Rupert Emerson (1960: 95) mendefiniskan nasionalisme sebagai komunitas orang-orang yang merasa bahwa mereka bersatu atas dasar elemen-elemen penting yang mendalam dari warisan bersama dan bahwa mereka memiliki takdir bersama menuju masa depan. 
  2. Ernest Renan (Al Chaidar, 2000: 5) berpendapat bahwa nasionalisme merupakan unsur yang dominan dalam kehidupan sosial politik sekelompok manusia dan telah mendorong terbentuknya suatu bangsa (nation). 
  3. Fahri Hamzah (2010, 96) berpendapat bahwa inti dari nasionalisme adalah penekanan pada wisdom atau kearifan sebagai bangsa yang majemuk, yakni tidak menganggap kelompok lain sebagai orang lain.
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka disimpulkan nasionalisme adalah paham kesatuan dan solidaritas dari berbagai elemen yang mengesampingkan perbedaan dalam mewujudkan suatu bangsa.

Selasa, 01 Desember 2015

Rasulullah sebagai Muslim Negarawan* (part 1)

0


Aktualisasi Nilai-Nilai Nasionalisme Rasulullah dalam Konteks Keindonesiaan 


Islam dan nasionalisme merupakan dua kekuatan besar yang berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Nasionalisme yang muncul pada abad ke-18 menginspirasi bangsa Indonesia melakukan gerakan perlawanan terhadap kekuatan kolonial. Para perjuang kemerdekaan Indonesia seperti Soekarno, Muhammad Hatta, Wahid Hasyim, dan lain-lain mengambil paham ini sebagai motivasi perjuangan. Di satu sisi, gerakan Islam pun memiliki peran yang signifikan dalam upaya pembebasan bangsa Indonesia dari imperialisme Eropa. Peranan ini dilakukan oleh para kyai dan ulama pada awal tahun 1900-an melalui pencerdasan anak bangsa. Syarifudin Jurdi (2008:153) menjelaskan bahwa kebangkitan perlawanan terhadap kekuasaan pemerintah kolonial Belanda diawali oleh Sarekat Dagang Islam pada 16 Oktober 1905.

Rabu, 25 November 2015

Teacher.ppt

0

Kasus: Pada pertemuan pertama dalam kegiatan pembelajaran, seorang guru menyampaikan materi menggunakan aplikasi Microsoft Power Point yang sangat menarik dengan menggunakan perpaduan efek audio dan visual. Hal ini membuat siswa menjadi tertarik dan mempermudah mereka dalam memahami materi yang disampaikan. Guru pun tidak perlu repot dalam menyampaikan materi tersebut. Proses pembelajaran seperti ini akhirnya terus diterapkan oleh guru bersangkutan dalam setiap pertemuan.

Fenomena Comte: Utuh yang Ternyata Masih Separuh

0



Tugas Refleksi Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen: Prof. Dr. Marsigit, MA

Seiring perkembangan zaman, ilmu pengetahuan pun semakin hari semakin berkembang. Ilmu pengetahuan yang dahulu telah dibangun dan diajarkan kini menjadi pondasi bagi berkembangnya berbagai cabang ilmu pengetahuan yang baru. Begitu pula filsafat sebagai salah satu pondasi ilmu pengetahuan, telah memberikan pengaruh terhadap berbagai macam aspek kehidupan masyarakat hingga saat ini. Di antara pemikiran filsafat yang hingga hari ini masih memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan manusia adalah pemikiran postivisme yang dicetuskan oleh August Comte.

Senin, 23 November 2015

Agama: Mitos atau Logos?*

0



*Refleksi Perkuliahan Kesepuluh
Rabu, 18 November 2015
Dosen: Prof. Dr. Marsigit, MA

Mitos adalah sesuatu yang semestinya bisa dipikirkan oleh manusia, tapi tidak mereka pikirkan. Mitos telah ada sejak manusia lahir dengan berbagai bentuk dan dimensinya. Seperti mitos bahwa pelangi adalah jembatan para bidadari yang turun ke Bumi. Padahal pelangi adalah efek pembiasan cahaya menggunakan lensa alami (air hujan) maupun lensa buatan (prisma). Ketika manusia berhenti pada pemahaman bahwa pelangi adalah jembatan bagi para bidadari, maka manusia telah termakan mitos. Namun ketika manusia memikirkan mitos secara kritis dan mencari kebenarannya, maka mitos pun berubah menjadi logos. Begitu pula pernyataan-pernyataan filsuf atau para ahli yang kita terima begitu saja tanpa dipikirkan secara kritis, maka semuanya pun akan menjadi mitos. Mitos dapat pula berupa jawaban sementara atas sebuah pertanyaan. Seperti konjektur atau rumus dugaan terhadap suatu pola. Ketika matematikawan berhenti pada konjektur itu saja, maka sebenarnya pengetahuannya terancam menjadi mitos. Kebiasaan seperti berpakaian, menulis dengan tangan kanan, mencuci kaki sebelum tidur, juga termasuk mitos jika kita tidak merenungkan segala rutinitas tersebut. Sehingga mitos adalah kondisi ketika manusia merasa telah mengerti dengan jelas lalu berhenti berpikir.
Mitos dan logos itu bersifat relatif, sesuai ruang dan waktu, yakni berdimensi. Sehingga mitos dapat dipahami sebagai bentuk ketidakpahaman dimensi yang di bawah terhadap dimensi yang berada di atasnya. Seperti bawahan tidak memahami mengapa atasannya memerintahnya begini dan begitu. Oleh karena itu, menghindarkan diri dari mitos perlu memahami ruang dan waktu. Karena logos di satu ruang dan waktu, bisa menjadi mitos di ruang dan waktu yang lain. Begitu pula sebaliknya.
Lalu bagaimana dengan agama? Sebagaimana yang Prof. Marsigit sampaikan bahwa agama bukanlah mitos, melainkan sebuah keyakinan. Tetapi sewaktu-waktu bisa berubah menjadi mitos. Yakni ketika manusia beribadah tanpa ilmu. Sebagaimana amal yang diterima Tuhan adalah amal yang dilandasi oleh niat yang ikhlas dan sesuai dengan aturan agama. Sehingga beribadah dengan bekal ilmu agama yang mumpuni pun menjadi syarat yang utama. Namun hal tersebut tidak serta merta memberikan ruang kepada manusia untuk mempertanyakan (sebagaimana pangkal dari ilmu adalah bertanya) mengapa harus beribadah dengan cara begini dan begitu. Adapun yang dapat manusia lakukan adalah menemukan hikmah dari setiap perintah dan larangan yang Tuhan berlakukan untuk manusia. Di mana hikmah tersebut tentunya berdimensi, sehingga tidak selamanya manusia mampu menemukan hikmah dari setiap aturan yang agama telah tetapkan. Hal inilah yang menjadi landasan bahwa metode hermeneutika tidak dapat diberlakukan kepada agama dan kitab sucinya. Karena hal itu sama saja manusia berusaha menduga-duga kekuasaan Tuhan yang sejatinya absolut.
Dunia yang lengkap adalah mitos, logos, dan spiritual. Dan setiap pikiran manusia memiliki ambang batasnya masing-masing. Maka agama adalah sebuah keyakinan yang ditopang oleh ilmu pengetahuan dan terbebas dari segala bentuk mitos. Namun ketika manusia tidak mampu (dan tidak akan pernah mampu) memikirkan salah satu bagian dari agama, maka kembalikan bagian tersebut kepada hati yang ikhlas, yakni iman dan takwa kita kepada Tuhan (spiritual).

Jogjakarta, 23 November 2011
From (Kampung) Dero to Hero

Jumat, 20 November 2015

Kerja, Pikir dan Doa*

0



*Refleksi Perkuliahan Kesembilan
Rabu, 11 November 2015
Dosen: Prof. Dr. Marsigit, MA

                Dunia ini meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Manusia sebagai salah satu komponen di dunia ternyata tidak selamanya termasuk yang ada. Karena eksistensi manusia sendiri dalam dunia sangat ditentukan oleh berbagai hal. Dalam filsafat, yang ada tidak hanya menunjukkan keberadaan secara fisik. Karena hakikat yang ada harus meliputi ada, mengada dan pengada. Mengada adalah

Kamis, 19 November 2015

MENGGAPAI IKAN CERDIK YANG BERENANG DALAM ARUS POWERNOW*

0


*Refleksi Perkuliahan Kedelapan
Rabu, 4 November 2015
Dosen: Prof. Dr. Marsigit, MA

Berfilsafat adalah berpikir secara kritis untuk membangun dunia secara utuh dan lengkap. Sehingga luasnya dunia manusia tidak lain seluas pikiran manusia itu sendiri. Ribuan tahun yang lalu para filsuf telah mengembangkan berbagai pemikirannya mengenai alam semesta, yakni meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Pemikiran para filsuf tersebut hingga hari ini pun masih memberikan pengaruhnya yang signifikan terhadap kehidupan manusia, tidak terkecuali di bidang pendidikan.

Kamis, 12 November 2015

REVITALISASI PERAN AYAH DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK*

0


            Pendidikan karakter anak merupakan hal yang penting di masa yang begitu dinamis saat ini. Pendidikan karakter adalah sebuah upaya penyelamatan moral bangsa yang kini mengalami dekadensi dan penyimpangan. Di mana perilaku korupsi mulai menjangkiti setiap lini birokrasi, kenakalan remaja semakin beragam, kriminalitas tak kenal sanak saudara, semuanya memuncak seiring dengan ditinggalkannya nilai kejujuran dan memudarnya rasa malu dalam kehidupan sosial. Problematika tersebut tidak dapat diselesaikan dengan tuntas kecuali dengan memperbaiki dan menjaga karakter anak sebagai generasi muda. Namun upaya pembentukan karakter tersebut tidak dapat berjalan secara optimal tanpa peran serta orangtua sebagai lingkungan pertama dan utama dalam proses tersebut.

Kamis, 29 Oktober 2015

Menggapai Menembus Ruang dan Waktu

0

Refleksi Perkuliahan Ketujuh
Rabu, 28 Oktober 2015
Dosen: Prof. Dr. Marsigit, MA

Suatu ketika Rasulullah SAW bersama beberapa sahabat (termasuk di dalamnya Abdullah bin Amr al Ash) sedang berada dalam majelis di salah satu sudut Masjid Nabawi. Tiba-tiba Rasulullah SAW bersabda, “Akan datang seorang lelaki penghuni surga.” Tak lama kemudian melintaslah seorang pemuda Anshar yang berpenampilan sederhana, nampak pada wajahnya bekas wudhu, sedang menenteng sandal jepitnya. Pada kesempatan lainnya, Rasulullah SAW kembali bersabda, “Akan datang seorang lelaki penghuni surga.” Dan pemuda Anshar yang sama pun kemudian melintas di hadapan para sahabat. Begitulah Nabi mengulanginya hingga tiga kali. Akhirnya Abdullah bin Amr al Ash pun mengikuti pemuda tersebut hingga tiba di pondokannya. Kemudian Abdullah bin Amr al Ash meminta ijin agar ia diperkenankan untuk tinggal selama tiga hari di sana. Selama menginap Abdullah bin Amr al Ash mengamati amalan yang kira-kira yang menyebabkan Rasulullah mengatakan bahwa pemuda tersebut adalah penghuni surga. Namun selama itu Abdullah bin Amr al Ash tidak menemukan amalan yang istimewa pada pemuda tersebut. Abdullah pun berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW telah berkata tentang dirimu sampai tiga kali, ‘Akan datang seorang lelaki penghuni surga.’ Aku ingin memperhatikan amalanmu supaya aku dapat menirunya. Mudah-mudahan dengan amal yang sama aku dapat mencapai mencapai kedudukanmu.” Pemuda itu pun menjawab, “Yang aku amalkan tidak lebih daripada apa yang engkau saksikan. Hanya saja aku senantiasa berusaha untuk tidak menyakiti orang lain, berusaha untuk tidak marah dan senantiasa memaafkan, dan berusaha untuk menjaga tali silaturrahim.”. Kisah ini diriwayatkan oleh Ahmad dan an Nasa’i.

Beban yang Tak akan Pernah Melampaui Batas Kemampuan Pengembannya

0


Refleksi Perkuliahan Keenam
Rabu, 21 Oktober 2015
Dosen: Prof. Dr. Marsigit, MA

Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan hanya dengan mengatakan, "Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.
(QS. Al Ankabut: 2-3)

Sabtu, 24 Oktober 2015

Selasa, 13 Oktober 2015

MEMBANGUN MODEL KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM

0


(Sebuah Refleksi Menyambut 1437 H)

            Kepemimpinan merupakan salah satu unsur yang penting dalam kehidupan manusia. Fitrah manusia untuk hidup bersama dalam sebuah kelompok (zoon politicon), secara otomotis memerlukan sosok yang mampu menjadi rujukan dalam menentukan visi dan tujuan bersama. Ketiadaan kepemimpinan akan berdampak pada ketidakteraturan dan ketidakefektifan dalam mencapai visi dan tujuan bersama tersebut. Begitu pula dalam Islam, kepemimpinan dipandang sebagai sarana (washilah) dalam menegakkan syari’at Islam di Bumi. Isyarat tentang penting kepemimpinan telah Allah SWT sampaikan dalam surah Al Anbiya ayat 73,

“Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka untuk mengerjakan kebajikan, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan hanya kepada Kami-lah mereka selalu menyembah.” (QS. Al Anbiya [21]: 73)

I am Anwaril Hamidy

0


Refleksi Perkuliah Filsafat Ilmu
Rabu, 7 Oktober 2015
Ruang PPG I Lab MIPA UNY
Dosen: Prof. Dr. Marsigit, MA

Nama saya adalah Anwaril Hamidy. Ia adalah nama pemberian dari kedua orangtua sejak saya dilahirkan dan tidak mengalami perubahan sedikitpun hingga sekarang. Meski nama ini juga dimiliki oleh orang lain dengan tidak sama persis, namun Anwaril Hamidy tergolong nama yang cukup langka. Sehingga orisinalitas nama ini masih bisa dipertanggungjawabkan. Dan sebagaimana nama adalah doa dan harapan, maka ‘Anwaril Hamidy’ pun merupakan nama yang diberikan oleh orangtua sebagai bentuk doa dan harapan mereka. Di dalamnya ada berlimpah kebaikan dan perlindungan dari keburukan. Sehingga mencari makna dari nama Anwaril Hamidy pun menjadi penting sebagai motivasi untuk mewujudkan doa dan harapan orangtua, bentuk ma’rifat lebih dalam terhadap diri sendiri sekaligus menjaga orisinalitas dari nama tersebut.

Minggu, 04 Oktober 2015

Kisah Daun Bawang dan Daun Serai

1



Jumat di pagi hari itu, menjadi bagian dari detak detik yang berkesan dalam hidupku. Bersama partner satu kontrakan -sebut saja Anur-, kami ditugaskan untuk berbelanja sayur-sayuran di pasar terdekat untuk keperluan memasak nanti siang. Sebenarnya ini bukan kali pertama bagiku untuk berbelanja di pasar. Namun tetap saja hal tersebut menjadi hal yang menantang karena adanya perbedaaan istilah sayur mayur antara Kaltim dan Jogjakarta. Sehingga selalu ada kesan yang membekas setiap kali berbelanja di sana. 


Sabtu, 03 Oktober 2015

Nabi Musa Menggapai Ilmu

0

Mari belajar menggapai ilmu dari Nabi Musa as. Ketika Nabi Musa as. merasa berilmu, maka Allah SWT pun menegur Nabi Musa as.  Bahwa di atas langit masih ada langit. Maka dimulailah perjalanan Nabi Musa dan muridnya berguru dengan hamba Allah yang utama.

Mari belajar menggapai ilmu dari Nabi Musa as., bahwa dalam menuntut itu mesti tamak. Mengejar ilmu seberapapun jauhnya, hingga letih terasa.
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun"." (QS. 18: 60)

Sabtu, 26 September 2015

AKUILAH AKU

0

Aku bukanlah orang yang cerewet
Aku akan memberi apa yang kalian minta
Tentu jika aku punya…
Aku akan membantu jika kalian meminta
Tentu sesuai dengan kemampuanku…
Maka akuilah aku…                              

Tak pernah terbersit bagiku tuk meminta imbalan                            
Yah kadang…                              
Namun bukan itu poinnya…                              
Inilah caraku untuk menunjukkan keberadaanku                              
Maka akuilah aku…

Selasa, 22 September 2015

Merajut Hikmah di Detak Detik Idul Adha

0

"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh" 
(QS. ash-Shaffat: 100)

Begitulah doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim di tengah kegundahannya, karena belum jua dikaruniai seorang anak. Sedang perjalanan dakwah baru saja ditapaki dan usianya tak lagi muda. Nabi Ibrahim perlu seorang partner sekaligus generasi penerus yang akan melanjutkan estafet dakwah ini. Dan Allah pun mengabulkan doanya,

"Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak  yang amat sabar." (QS. ash-Shaffat: 101)

Kelahiran Ismail as yang kelak mengikut jejak ayahnya pun menjadi kebahagiaan yang tak terkira bagi Nabi Ibrahim. Namun seiring kebahagiaan itu, Allah SWT menguji kecintaan Nabi Ibrahim kepada keluarga kecilnya di atas ketundukan terhadap perintah-Nya. Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim melakukan perjalanan yang jauh, meninggalkan keluarga kecilnya di lembah tandus tanpa tetumbuhan dan perbekalan memadai. Berat memang, apalagi saat itu Ismail as ditinggalkan dalam keadaan masih belia. Namun dengan keikhlasan, Nabi Ibrahim melaksanakan perintah sebagai bentuk kecintaannya yang lebih besar kepada Allah SWT. Singkat cerita, kecintaan Nabi Ibrahim kepada Allah SWT yang melebihi kecintaannya kepada keluarganya pun menjadi jaminan keberlangsungan hidup Ismail as dan Siti Hajar. Keajaiban terjadi, mata air zam-zam muncul dari kaki kecil Ismail as yang kelak menjadi titik tolak munculnya peradaban di kawasan Jazirah Arab.

Filsafat Hidup

0

Pertemuan kedua
Rabu, 15 September 2015 pkl 07.30-09.10
Ruang PPG I Lab MIPA UNY
Dosen: Prof. Dr. Marsigit, MA

Hidup dalam filsafat adalah berusaha untuk memahami diri, objek yang ada dan yang mungkin ada. Sehingga objek dari filsafat itu meliputi semua yang ada dan mungkin ada. Mengenai objek filsafat, kaum idealis menganggap bahwa yang ada adalah semua yang berada dalam pikiran kita. Sehingga yang berada di luar pikiran kita juga termasuk yang mungkin ada. Sedangkan, kaum realis menganggap bahwa yang ada hanyalah semua yang dapat diindera. Implikasinya dalam konteks pembelajaran Matematika, anak kecil merupakan pembelajar yang realis, sehingga metode pembelajaran yang tepat bagi mereka adalah pembelajaran Matematika yang realistik. Berbeda dengan pembelajaran Matematika bagi orang dewasa yang mampu berpikir secara idealis. Maka metode pembelajaran yang paling hakiki adalah metode hidup, yakni dengan saling menerjemahkan dan diterjemahkan.

Dalam menjelaskan objek filsafat (yang ada dan yang mungkin ada), kita menyadari bahwa kita tidak akan mampu menjelaskan sesuatu semuanya, bahkan menjelaskan diri kita sendiri. Ketidaksempurnaan inilah yang merupakan bukti kehidupan menurut filsafat. Yakni hidup adalah ketidaksempurnaan dalam kesempurnaan. Sehingga sebaik-baik hidup adalah berusaha mengadakan sesuatu yang belum ada menjadi ada di dalam pikiran. Usaha mengadakan yang ada tersebut dilakukan antara lain dengan mengenal satu dari sekian banyak sifat yang mungkin ada melalui mengindera atau informasi dari seseorang. Karena menjelaskan hidup berkali-kali pun tidak akan cukup, yang kita lakukan hanyalah menjelaskan sifat-sifatnya.

Berfilsafat adalah bisa merasa, bahwa masih banyak yang tidak kita ketahui dari pada yang diketahui, bukan merasa bisa. Karena dalam kehidupan berlaku kontradiksi, maka manusia tidak sama dengan namanya sebagai akibat dari kondisi manusia yang selalu dinamis. Ia akan berbeda sesuai dengan ruang dan waktunya. Sedang, kekurangan manusia adalah memberikan nama untuk semua keadaan ruang dan waktu.  Sehingga, sejatinya dalam berfilsafat tidak ada yang benar atau salah, yang ada adalaha sesuai atau tidak sesuai dalam ruang dan waktu. Oleh karena itu manusia harus menyesuaikan ruang dan waktunya. Agar dapat menembus ruang dan waktu, berfilsafat mesti menggunakan bahasa analog. Agar yang kita pikirkan dapat selalu diterima dalam berbagai ruang dan waktu.

Begitu banyak yang telah dibagi dan dijelaskan. Namun karena keterbatasan pikiran, maka tak semuanya dapat dituangkan dalam kata-kata. Namun bukankah begitu sejatinya filsafat? Ia adalah apa yang ada dalam pikiran kita, sejauh mana kita menggalinya.

Jogjakarta, 22 September 2015
From (Kampung) Dero to Hero

Senin, 14 September 2015

BACALAH, DENGAN NAMA TUHANMU YANG MENCIPTAKAN

1

Sebuah Refleksi Kuliah Perdana Filsafat Ilmu
Rabu, 9 September 2015 pkl 07.30-09.10
Ruang PPG I
Dosen: Prof. Dr. Marsigit, MA

          Sebelum Islam hadir di Jazirah Arab, bangsa padang pasir itu berada dalam kondisi jahiliyah. Gelap, begitu pekat akan kebodohan, jauh dari kebenaran, dan tak memiliki peradaban tapi menyimpan begitu banyak potensi. Begitu kontras dengan kerajaan Romawi dan Persia yang begitu gemerlap. Namun semua itu berubah 180 derajat ketika risalah terakhir diturunkan. Muhammad SAW ditunjuk sebagai penutup para nabi, membawa sebuah risalah yang final bagi seluruh umat manusia, yakni Islam. Sejak saat itu, bangsa Arab perlahan bangkit dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya peradaban yang terang benderang.
           Ada begitu banyak hikmah di setiap detak detik awal kehadiran Islam. Salah satu di antaranya adalah ayat yang pertama kali turun kepada Muhammad SAW, “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan” (QS. Al Alaq: 1). Betapa indah ungkapan ini bagi para insan pendidikan. Bahwa ajaran Islam yang pertama bukanlah menganjurkan umatnya untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, tidak pula untuk beribadah sekencang-kencangnya, apalagi bekerja sekeras-kerasnya. Namun, Islam menganjurkan umatnya untuk menjadikan aktivitas membaca sebagai bagian dari kehidupannya. Membaca sebagai sebuah aktivitas, tidaklah hanya sekedar membaca lembaran kertas yang bergores tinta. Namun membaca yang diinginkan-Nya adalah membaca dalam spektrum yang lebih luas. Membaca yang di dalamnya ada aktivitas mengkaji, menelaah, meneliti, menerjemahkan, menganalisa dan memikirkan ciptaan-Nya, kondisi sosial, fenomena alam, tanda-tanda, suasana dan lain sebagainya. Sehingga dengan membaca setiap manusia mengenal Tuhannya, lalu mereka beramal dilandasi oleh kepahaman yang utuh.
          Seperti itulah ketika kita berfilsafat. Ia merupakan proses dalam mendapatkan kebenaran hakiki yang diperoleh dari aktivitas membaca dalam spektrum yang luas serta berkelanjutan. Tanpa dikte, tanpa referensi yang baku tentang apa yang mesti mereka baca. Kecuali satu, bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Karena tak jarang berfilsafat justru membuat kita jauh menyimpang dari kebenaran, bahkan terjerumus dalam lembah kesesatan karena terlupa memasang jangkar keimanan. Maka topanglah diri kita dengan jangkar keimanan yang kokoh agar tidak hanyut dalam samudera pemikiran dan ide. Berfilasafatlah dalam koridor keimanan, agar ketika kita mulai menyimpang dan kehilangan arah, kita tahu ke mana harus kembali mengatur langkah.
        Berfilsafat adalah menerjemahkan berbagai analogi kehidupan. Sebagaimana kisah umat-umat terdahulu adalah sebaik-baik pelajaran bagi masa kini dan akan datang. Maka setiap lintasan-lintasan peristiwa selalu terkandung banyak hikmah yang sayang untuk dilewatkan. Sehingga dengan berfilsafat, semoga kita menjadi lebih bijak dalam mengarungi kehidupan. Berfilsafat adalah membaca dengan niat mengharapkan ridha-Nya berupa kebenaran yang hakiki. Karena sejatinya kebenaran adalah dari Tuhan. Sedangkan, manusia bukanlah apa-apa melainkan berasal dari segumpal darah. Maka berfilsafatnya seorang hamba membuat dirinya semakin dekat dengan-Nya dan kagum dengan kemuliaan-Nya. Berfilsafat adalah membaca menggunakan sarana-sarana  yang telah disediakan-Nya. Ialah qalam yang berupa akal, perasaan, intuisi, dan nurani yang condong akan kebenaran. Sehingga dengan berfilsafat, seseorang yang tidak tahu menjadi tahu, sebelumnya gelap menjadi terang, bodoh menjadi tercerahkan, terkebelakang menjadi memiliki peradaban.
         Mari berfilsafat, mari mencari kebenaran seoptimal yang kita bisa. Mari membaca dengan nama Tuhan yang menciptakan kita. Wallahu a’lam bishshawwab.

Jogjakarta, 10 September 2015
From (Kampung) Dero to Hero

Hijab: Riwayatmu Dulu, Kini dan Nanti

0

Berbicara tentang dinamika dakwah kampus, tidak terlepas dari pembahasan tentang tingkat kesadaran mahasiswa dalam berhijab. Karena tidak dapat dipungkiri, sejak era reformasi digulirkan, dakwah Islam mulai masif memasuki kampus dan memberikan pencerahan kepada para cendekiawan muslimah, diantaranya tentang kesadaran berhijab. Sehingga, sejauh mana kesadaran berhijab itu terimplementasikan dalam kehidupan kampus merupakan cerminan dari wajah dakwah kampus hari ini.

Dulu, di tahun 90-an masih jarang ditemukan seorang muslimah yang berhijab. Pun ada, maka dapat dipastikan ia adalah seorang aktivis dakwah. Selain faktor pemahaman yang minim, aturan pada beberapa perguruan tinggi yang menghalangi seorang muslimah berhijab untuk mengecap pendidikan juga menjadi penyebab minimnya muslimah berhijab. Dan hari ini kita dapat menyaksikan bahwa kesadaran berhijab mengalami peningkatan yang cukup dramatis. Hijab tidak lagi menjadi klaim bagi para aktivis dakwah saja, tetapi juga muslimah secara umum. Bahkan berhijab kini tidak hanya menjadi sebuah identitas dan bentuk ketaatan seorang muslimah terhadap syari’at Islam. Tetapi juga menjadi sebuah life style yang dipertimbangkan estetika dan benefit-nya. Meskipun dalam beberapa hal masih dapat ditemukan yang belum bersesuaian dengan syari’at Islam.

Abah dan Pelatihan Sepeda

0

Mendidik itu ibarat melatih anak mengendarai sepeda. Sebagaimana yang dulu Abah lakukan kepadaku ketika masih kanak-kanak. Bermodalkan sepeda perempuan (yang memiliki keranjang di depannya), Abah melatihku bersepeda di sebuah tanah lapang. Ku kayuh sepeda perlahan, sedangkan Abah mendorong dan menjaga keseimbangan sepedaku. Awalnya sepedaku berjalan dengan goyah, namun lama-kelamaan menjadi stabil seiring kecepatan yang terus bertambah. Sekilas ku lihat ke belakang, sosok Abah mengecil akibat telah jauh tertinggal dari ku. Sepedaku terus melaju, sedang cekungan menyisakan beberapa meter di hadapan. Nasib, Abah lupa mengajariku menggunakan rem. Alhasil, aku pun jatuh di rerumputan berduri, meninggalkan bekas lecet di sekujur lengan dan betis. Tapi tak mengapa, sejak itu aku pun mulai mahir memacu sepeda. Hampir setiap sore ku habiskan waktu dengan bersepeda berkeliling kampung dan memasuki hutan-hutan. Bersepeda telah membawaku ke berbagai tempat dengan berbagai pengalaman. Itulah yang kurasakan ketika bersepeda.

Growing and Sharing

0

                   Suatu pagi hari seorang bapak berangkat ke kantor menaiki angkot. Sepanjang perjalanan ia bersenandung bahagia sambil mengulas senyum. Supir yang sedari memperhatikan pun tidak tahan untuk tidak mengajaknya berbincang hangat, apalagi sang bapak satu-satunya penumpang pagi itu. Singkat cerita, bapak tersebut sampai di tempat tujuan. Setelah turun dari angkot, ia berikan selembar 50ribu sambil berkata, “kembaliannya untuk anda sebagai ucapan terimakasih karena telah mengajak saya berbicara selama perjalanan” tanpa lupa mengulas senyum hangat. Sang supir pun sumringah bukan kepalang. Segera ia pacu angkotnya menyusuri jalan mencari warung makan terdekat. Ternyata sang supir sedari pagi belum sarapan  . Segera saja ketika sampai di warung ia memesan makanan. Sang supir makan dengan lahap sampai pelayan warung pun tersenyum keheranan. Singkat cerita, sang supir telah mengisi tangki perutnya. Segera ia beranjak dan membayar dengan uang 50ribu dari sang bapak sambil berkata “kembaliannya 35ribu saja, lebihannya untuk jajan sekolah anak ibu, makanan tadi enak sekali, hehe”. Lantas sang pelayan warung pun senang. Di saat yang sama anak sang pelayan warung datang untuk pamit berangkat ke sekolah. Sang pelayan warung pun memberikan uang jajan lebih ke anaknya sebagaimana pesan sang supir tadi. Sang anak pun merasa senang. Sepanjang jalan ia berdendang dengan riang. Selama belajar di kelas pun tampak bersemangat. Ketika waktu istirahat tiba, sang anak bergegas pergi ke kantin membeli roti kesukaannya. Tak lupa ia ajak temannya yang ternyata lupa membawa uang jajan. Roti kesukaannya pun dinikmati secara bersama-sama. Singkat cerita, sepulang sekolah anak yang ditraktir pun bercerita kepada bapaknya tentang kebaikan temannya di sekolah. Sehingga bapaknya pun merasa bersyukur meskipun terlupa memberikan uang jajan kepada anaknya. Dan begitu seterusnya.

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html